KANAL24, Jakarta – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) memutuskan untuk memangkas suku bunga kreditnya. Besaran penurun suku bunga kredit yang ditetapkan yaitu 8,75 persen atau turun dibandingkan akhir Desember 2020 yang mencapai 11,7 persen. Suku bunga kredit ini berlaku mulai 28 Februari 2021 yang mencakup kredit konsumsi Non KPR.
Direktur Utama BBNI, Royke Tumilaar, menjelaskan bahwa keputusan untuk menurunkan suku bunga ini dalam rangk mendorong percepatan pertumbuhan kredit dan pemulihan ekonomi pada 2021.
Selain itu juga dalam rangka mengikuti anjuran otoritas Bank Indonesia yang meminta agar bank responsif terhadap penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR ) yang telah diturunkan ke level 3,5 persen.
“Pertumbuhan kredit penting artinya bagi pemulihan ekonomi pada tahun 2021, di mana Presiden RI Joko Widodo telah mencanangkan sebagai tahun pemulihan dari pandemi,” kata Royke dalam pernyataannya, Rabu (3/3/2021).
Selain itu, ia menambahkan, kredit KPR juga ditetapkan turun hingga 7,25 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2020 sebesar 10 persen dan kredit ritel menjadi 8,25 persen atau lebih rendah dari akhir Desember 2020 sebesar 9,8 persen.
Kemudian, suku bunga dasar kredit untuk kredit korporasi juga ditetapkan menjadi 8 persen atau turun dibandingkan posisi pada akhir Desember 2020 sebesar 9,8 persen.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyayangkan sikap perbankan yang “bandel” dalam hal penurunan suku bunga kreditnya. Padahal bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR ) hingga mencapai 225 basis poin (bps). Namun nyatanya perbankan baru menurunkan rate bunga kreditnya sekitar 83 basis poin saja. Hal ini menimbulka tanda tanya besar bagi BI mengapa tingkat akselerasi industri perbankan sangat lambat terhadap kebijakan otoritas.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Juda Agung, menjelaskan bahwa dengan penurunan suku bunga BI 7 DRRR yang kini di level 3,5 persen seharusnya bisa mendorong daya saing industri perbankan agar tingkat permintaan kredit meningkat. Namun dengan masih rendahnya penurunan rate itu maka tidak heran jika pertumbuhan kredit selama ini juga masih loyo.
“Inilah yang sebenarnya kita tidak inginkan, bagi BI kita inginkan kalau BI itu turunkan suku bunga harusnya responsnya juga sama. Karena kalau kita bicara mengenai biaya-biaya dalam suku bunga itukan ada over head cost,” pungkas Juda. (sdk)