Kanal24 – Angka melek huruf Indonesia kurang baik karena berbagai alasan. Berdasarkan data tahun 2019, negara ini menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Indeks minat baca Indonesia yang diterbitkan UNESCO hanya 0,0001% yang artinya sangat rendah.
Hal ini terungkap saat pendiri Komunitas Literasi Jejak Warna Saskia Ratry Arsiwie memberikan materi dengan topik “Peningkatan Literasi Serta Pengetahuan Mengenai Hak Cipta Penulis”. Pelatihan literasi ini digelar oleh Tim Pengabdian Masyarakat Kompartemen Media, Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya ini berlangsung secara daring.
Saskia mengungkapkan bahwa, pola asuh orang tua yang lekat dengan stigma membuat literasi kurang penting dalam kehidupan kita.
“Padahal, minat literasi yang berkembang dalam diri seseorang, mampu menunjukkan karakter, kompetensi, hingga kesejahteraan hidup seseorang,” ujar Saskia.
Menurutnya, individu yang literat terlihat dari cara mereka merangkai kalimat, baik secara langsung maupun saat mengetik teks pesan.
Sementara itu masalah lain yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah minimnya pengetahuan tentang hak cipta penulis.
Ia memaparkan bahwa penjelasan hak cipta penulis terkait dengan karya, rasa, buah pemikiran, serta tanggung jawab. Mengetahui, meniru atau mengakui karya milik orang lain adalah sebuah kejahatan yang tak kasat mata. Oleh karenanya seorang penulis harus segera mendaftarkan karya tulisnya kepada Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
Hak Kekayaan Intelektual menurutnya merupakan bentuk apresiasi atas orisinalitas karya yang telah ditulis sekaligus salah satu langkah pencegahan terhadap tindak kriminal pembajakan karya tulis.