Kanal24 – Malang, Ketika anak di bawah umur terlibat dalam tindakan kriminal, aparat penegak hukum tidak boleh begitu saja menetapkan hukum pidana, melainkan wajib mengupayakan langkah diversi. Diversi adalah sebuah metode penegakan hukum yang mengutamakan proses keadilan restoratif sebagai landasan utama penerapannya. Payung hukum yang menaungi pendekatan peradilan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UUSPPA) yang mengatur adanya sistem peradilan yang memberikan efek jera serta kontrol sosial dengan tetap memperhatikan dan melindungi hak-hak dasar anak.
Upaya diversi ditempuh untuk memberikan jaminan perlindungan hukum dengan memberikan pendampingan dari BAPAS (Badan Pemasyarakatan) dan kuasa hukum. Undang-undang telah mengatur setiap pelaku anak wajib didampingi oleh kuasa hukum. Jika keluarga tidak mampu menyediakan kuasa hukum, maka penyidik wajib menyediakan melalui advokat Pro Deo. Di samping itu, diversi berguna melindungi hak-hak kemerdekaan dan masa depan anak dari efek buruk peradilan pidana. Pendekatan keadilan restoratif dalam upaya diversi bertujuan untuk menghindarkan anak dari tuntutan pidana sehingga ia tidak mendapat stigma sosial dan dapat hidup normal sebagai bagian dari lingkungan masyarakat.
Diversi sebagai perwujudan keadilan restoratif merupakan metode penyelesaian perkara dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan melalui musyawarah di luar proses peradilan formal. Di mana semua pihak terkait, yaitu korban, pelaku, keluarga, serta masyarakat bersama-sama mengatasi masalah dan mencari solusi. Negosiasi antar berbagai pihak yang juga melibatkan Peksos (pekerja sosial) profesional dan LSM ini dilakukan agar mencapai kesepakatan yang mampu mengembalikan rasa aman korban sekaligus tidak berpotensi memunculkan dendam di kemudian hari.
Baca juga : Hukum Humanis Tumpas Ketidakadilan Bagi Seluruh Rakyat
Hasil kesepakatan diversi dapat berupa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan/pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS, pelayanan masyarakat. Jika kesepakatan tercapai, aparat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi akan menerbitkan penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, penghentian pemeriksaan perkara. Sedangkan, jika kesepakatan tidak terjadi kesepakatan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka pembimbing kemasyarakatan melapor kepada aparat untuk menindaklanjuti proses pemeriksaan.
Tentu saja tidak semua perkara anak berhak menempuh pendekatan secara diversi. Sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU No. 11 Tahun 2012 pasal 7 menetapkan bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib melaksanakan pendekatan diversi bagi penanganan perkara anak yang diancam pidana penjara di bawah tujuh tahun dan pelaku anak baru pertama kali melakukan pelanggaran hukum pidana (bukan residivis). Apabila diversi tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, aparat penegak hukum yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawaban.
Pendekatan diversi menjadi sebuah solusi tentang permasalahan dirampasnya hak anak dalam proses peradilan hukum. Padahal sejatinya hukum bersifat adil dan transparan, memberikan perlindungan dan pengayoman bagi seluruh lapisan masyarakat. Proses diversi berfungsi mencegah terjadinya perkara pidana yang asalnya dari tindak kenakalan anak yang sifatnya Juvenile Delinquency semata, yang seharusnya tidak perlu diproses sampai ke arah pidana. Pidana penjara adalah upaya terakhir yang dapat ditempuh apabila pendekatan diversi mengalami kegagalan di setiap proses peradilannya. Pun tuntutan penahanan dapat dijatuhkan dengan syarat tersangka berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, kerap kali didorong oleh faktor dari luar diri anak. Dipandang dari perspektif lain, anak sebagai pelaku tindak pidana sesungguhnya merupakan korban dari ketidakmampuan keluarga dan lingkungan dalam mendidik dan memberikan ruang aman bagi tumbuh kembang anak. Interaksi yang tidak sehat antara anak dan lingkungannya memicu penyimpangan-penyimpangan yang akhirnya mendorong anak untuk berani melakukan tindakan pelanggaran hukum pidana. Kehadiran diversi ini diharapkan mampu mendorong kesadaran dan partisipasi masyarakat serta menanamkan rasa tanggung jawab pada anak untuk saling mematuhi norma dan aturan hukum agar tercipta keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat itu sendiri. (riz)
Baca juga : PR Kabupaten Malang Turunkan Kasus Kekerasan Seksual Anak