Kanal24, Malang – Pada tahun 2019 terdapat riset studi kasus tentang ditemukannya gerakan eksklusivisme dalam kehidupan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Dr. Nurul Badriyah, SE., ME., selaku Ketua Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat (PSP2M) Universitas Brawijaya (UB) menyatakan bahwa perlu adanya upaya-upaya untuk menguatkan dan menyemai prinsip inklusivisme dalam kehidupan kampus khususnya kepada para mahasiswa.
“Bahasa lainnya intoleran, sehingga perlu upaya-upaya untuk menguatkan dan menyemai prinsip-prinsip inklusivitas juga upaya de-radikalisasi bagi kelompok, khususnya elit-elit muda di UB,” ungkap Dr. Nurul.
Berkaitan dengan upaya tersebut, PSP2M melaksanakan “Inclusive Youth Leadership Program (IYLP) 2022” bersama dengan NGO Harmoni pada tanggal 4-8 Agustus 2022.
“Ini bagian dari bentuk pengabdian masyarakat kita dalam merespon isu-isu eksklusivisme di lingkungan kampus dan juga mahasiswa.” jelasnya.
Dr. Nurul Badriyah menjelaskan bahwa kegiatan IYLP 2022 diikuti kelompok muda, kalangan milenial terutama elit-elit muda yang memimpin organisasi di Universitas Brawijaya seperti UKM, DPM, dan BEM, dengan tujuan utama dari IYLP 2022 adalah untuk menjadikan mahasiswa UB, khususnya pemimpin aktivis di lingkungan UB sebagai agen yang mempromosikan nilai-nilai inklusivitas dan toleransi.
“Ini itu tidak kurang dari 60, tepatnya 58 yang ikut camp ini ya. Mereka elit-elitnya kelompok aktivis seperti ketua BEM dan berbagai ormawa di kampus.” jelasnya.
Terkait kerjama antara PSP2M UB dengan NGO Harmoni, Dr. Nurul Badriyah menjelaskan bahwa kerjasama tersebut akan berlangsung selama 1 tahun.
“Ini kerjasamanya 1 tahun. Kemudian kita pecah menjadi 5 milestone. Ini milestone yang ketiga.” katanya.
Berdasarkan keterangan Dr. Nurul Badriyah setelah evaluasi kegiatan IYLP 2022 akan dilanjutkan dengan serangkaian kegaitan lain seperti inclusive content competition hingga advokasi serta diseminasi.
Selain itu, Dr. Nurul Badriyah juga menjelaskan bahwa dalam keberlanjutannya nanti, proses pendampingan kepada mahasiswa tidak harus menggunakan metode pelatihan maupun leader camp, segala metode bisa dilakukan asalkan berkelanjutan, sehingga diseminasi menjadi penting.