Kanal24, Malang – Edukasi literasi yang tinggi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat menunjang kualitas hidupnya. Untuk memberikan edukasi literasi ini, Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya dalam Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) mengadakan edukasi literasi bagi keluarga dengan anak berkebutuhan khusus.
“Untuk tahun ini kami memang fokuskan untuk memberikan edukasi khususnya orang tua dengan anak berkebutuhan khusus atau disabilitas sebagaimana mengoptimalkan peran mereka agar bisa mendampingi anak-anak ini untuk bisa tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya,” ungkap Ika Fitria S.Psi., M.Psi Ketua PKM Departemen Psikologi UB (6/8/2022).
Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini merupakan hasil kerjasama Departemen Psikologi UB dengan Dinas Sosial Kelurahan Lowokwaru, dan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) UB, serta menghadirkan salah satu mahasiswa penyandang disabilitas yang berkuliah di Jurusan Psikologi untuk mengisi sesi sharing session.
“Diharapkan juga bisa sharing pengalaman begitu ya, bagaimana kemudian apa yang dia dapatkan kemudian dia persepsikan dari orang tua selama ini mendampingi dia sampai dia bisa survive sampai perkuliahan ini,” lengkapnya.
Acara yang mendapatkan antusiasme tinggi dari orang tua ABK ini dihadiri dan dibuka oleh Kepala Kelurahan Lowokwaru, Syafril Aries Sandhi, S.Pd. MM dan Ketua Pengabdian Kepada Masyarakat, Ika Fitria, S.Psi., M.Psi, Psikolog.
“Di Kelurahan Lowokwaru ini kemarin dari catatan yang ada itu, ada sekitar kurang lebih 70 anak ABK yang ada di Kelurahan Lowokwaru, tapi data ini masih sangat mungkin untuk bertambah karena masih banyak keluarga atau anak-anak ini yang belum terdata,” papar Ika ketika ditanya terkait data spesifik anak berkebutuhan khusus di Kelurahan Lowokwaru.
Kegiatan yang ditujukan kepada orang tua itu berhubungan dengan peran orang tua yang sangat krusial dalam pengembangan dan kesejahteraan kehidupan anak. Ika mengatakan hal paling utama yang harus dimiliki oleh orang tua dengan anak ABK adalah penerimaan terhadap kondisi anak saat ini.
“Dengan orang tua memahami kondisi anak, orang tua akan punya kemauan untuk bisa berkembang dan lebih optimal. Artinya, itu menjadi landasan dasar untuk orang tua maju ke step yang berikutnya tidak lagi meratapi dan menyalahkan dengan kondisi anak, melainkan berjuang bersama untuk kesejahteraan anak atau bisa mewujudkan harapan-harapan orang tua maupun anak dengan mempertimbangkan kondisi anak,” ungkapnya.
Dalam men-support anak berkebutuhan khusus agar dapat mandiri dan produktif juga membutuhkan peranan besar orang tua untuk mengetahui pengetahuan tentang karakteristik dan jenis disabilitas yang alami, sehingga dalam proses pendekatan ataupun metode proses pembelajaran dapat menyesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki agar ABK dapat berkembang secara optimal.
Dengan mengetahui kondisi anak, maka pendekatan atau metode dan cara dalam proses pembelajaran anak akan bisa disesuaikan dengan karakteristiknya. Misalnya bagi disabilitas intelektual, bisa didukung dengan satu tujuan rencana pembelajaran yang tidak sama dengan anak-anak pada umumnya. Mereka membutuhkan proses, waktu, cara, dan pengulangan yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya.
Secara umum, disability awareness dimasyarakat memang sudah semakin meningkat, dilihat dari akses terhadap fasilitas bagi disabilitas di tempat umum. Hanya saja, program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah ini perlu diikuti dengan implementasi yang lebih konkrit di masyarakat.
“Tidak hanya menjadi program tapi ada upaya secara konkrit bagaimana melibatkan orang-orang disabilitas ini di masyarakat karena kita tahu masih banyak stigma, label, stereotipe negatif mengenai orang-orang dengan disabilitas ini, sehingga program-program itu harapannya tidak hanya sekedar bagus di dalam program tetapi implementasinya itu nyata kita bisa rasakan dan bisa melibatkan mereka secara langsung dalam setiap aktivitas di masyarakat,” jelasnya.
Ika juga mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan sosial seperti sosialisasi yang telah dilakukan ini dapat mendekatkan dan meningkatkan awareness masyarakat terhadap orang tua sebagai pendamping anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dan ABK itu sendiri.
“Sosialisasi mengenai disability awareness kepada masyarakat bisa ke sekolah, orang tua, masyarakat disekitar anak untuk memberikan pemahaman pengetahuan untuk menumbuhkan kesadaran disabilitas dan meminimalisir stigma negatif karena anak-anak disabilitas ini juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak pada umumnya,” ujar Ketua PKM tersebut.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Theresia Surati orang tua dari anak penyandang disabilitas tunanetra yang hadir dalam sosialisasi di Kelurahan Lowokwaru.
“Terima kasih untuk acara ini karena ada peluang untuk UB peduli dengan orang-orang disabilitas. Kalau tidak disenggol atau tidak ada event-event seperti ini, kami tidak kenal dunia luar hanya kiprahnya dengan dunia sendiri- kelompok tunanetra yang lain. Jadi ini menambah wawasan bahwa ada kepedulian dari pihak lain yang sangat kita perlukan dan sangat membantu untuk keluarga disabilitas khususnya menambah pengalaman dan dia (penyandang disabilitas) tidak merasa tersendiri karena menghadapi kekurangannya itu,” ungkap Theresia. (agt)