Kanal24 – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BRI), Sunarso mengungkapkan bahwa perusahaan telah menyiapkan strategi untuk menghadapi ketidakpastian kondisi ekonomi global, sehingga dapat menjaga pertumbuhan perusahaan.
“Empatskenario untuk menghadapi ketidakpastian pada 2023. Skenario tersebut merupakan mitigasi risiko dan strategic response,” ujarnya.
PT Bank Rakyat Indonesia menyatakan telah menyiapkan skenario pertama jika ekonomi pulih tapi inflasinya naik dan kualitas pinjaman memburuk. Dalam skenario ini, bank akan melakukan proses write-off dengan cepat untuk memperoleh recovery rate yang lebih tinggi dan mempertahankan coverage ratio yang tinggi.
“Bisa dipahami bahwa perbankan rata-rata masih menumpuk cadangan untuk mengantisipasi terjadinya kalau terjadi deteriorating di kualitas asetnya. Dan kemudian kita cadangkan cukup memadai supaya bantalannya nanti nggak hard landing, kira-kira seperti itu. Jadi bantalannya itu mulus untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan,” tutur Suanrso.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BRI) menyatakan dalam skenario kedua, jika ekonomi mulai pulih dengan inflasinya terkendali dan kualitas kredit membaik, bank akan memilih tumbuh selektif dan melakukan enhancement pada credit risk model. dengan Loan Portofolio Guideline (LPG) yang diatur moderat dan dilakukan monitoring kualitas pinjaman secara intensif.
Pihaknya menyuapkan tiga strategi untuk merespon situasi ini, yaitu mempercepat proses write-off untuk meningkatkan recovery rate, menurunkan coverage ratio dan melakukan enhancement pada risk-based pricing model untuk meningkatkan daya saing produk serta membuat Loan Portofolio Guideline lebih longgar sebagai pedoman untuk strategi pertumbuhan yang lebih agresif.
Manurutnya, dalam skenario ketiga, jika ekonomi stagnan, inflasinya naik dan kualitas pinjaman memburuk atau the worse scenario, bank akan memilih tumbuh terbatas, dengan pengaturan LPG yang sangat ketat. BRI akan mempertahankan coverage ratio di level yang lebih tinggi dan melakukan monitoring kualitas kredit secara intensif, melakukan simulasi dan stress-test secara periodik dan berkesinambungan.
Terakhir jika ekonominya tetap stagnan tapi inflasinya terkendali dan kualitas pinjaman membaik.
“Maka strategic response dari BRI adalah tumbuh selektif, Loan Portofolio Guideline diatur di level moderat dengan mempertahankan coverage ratio yang tetap tinggi untuk jaga-jaga jika terjadi pemburukan. Kemudian melakukan monitoring kualitas kredit secara intensif dengan simulasi dan stress-test secara periodik dan berkesinambungan. Itu yang paling penting,” pungkasnya.
Ia menyatakan bahwa perusahaan telah memetakan beberapa tantangan yang diharapkan akan dihadapi, salah satunya adalah resesi yang diperkirakan akan terjadi di Amerika Serikat pada semester II/2023, yang diperkirakan akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi global secara agregat.
“Kemudian (kedua) juga masih terjadi tensi geopolitik yang tinggi terutama akibat ketegangan dan perang di Ruska dan Ukraina. Juga antara China-Taiwan yang mendorong disrupsi di rantai pasok, saya kira ini juga sangat challenging,” kata Sunarso.
Tantangan lain yang diharapkan akan dihadapi adalah tekanan inflasi global yang masih tinggi dengan respon utama dari bank sentral setiap negara adalah menaikkan suku bunga. Di Indonesia, kata Sunarso, penurunan subsidi BBM akan berdampak pada kenaikan inflasi sampai tahun ini sehingga mendorong penaikan biaya produksi, penurunan pendapatan riil masyarakat, hingga berpotensi mengurangi tabungan masyarakat di bank.
Kemudian yang terakhir adalah kasus Covid-19 di China yang kembali meningkat. Hal itu pasti akan mengganggu secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi secara global karena China adalah negara Super Power selain Amerika Serikat.
Selain itu, kondisi tersebut membuka peluang resesi yang tinggi bagi beberapa negara maju. Menurut data Bloomberg, probabilitas resesi ekonomi di China, Hongkong dan Australia mencapai 20%, Korea Selatan dan Jepang 25%, Selandia Baru 33%, Amerika Serikat 40% sedangkan Uni Eropa 50%. Adapun Indonesia menurutnya patut disyukuri karena probabilitasnya hanya 3%.
“Alhamdulillah Indonesia peluang untuk resesi itu hanya 3%. Kita juga bangga bahwa Indonesia mampu mengelola ekonominya mampu mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan secara baik. Maka saya kira ekonomi kita cukup solid dan kemudian peluang terjadinya resesi di Indonesia hanya 3%,” ujarnya.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BRI) menyatakan bahwa persentase probabilitas yang minim tersebut ditopang oleh proyeksi makro ekonomi Indonesia yang positif. Di mana pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada 2023 diperkirakan berada di kisaran 4,42%-5,04%, walaupun ekonomi dibayangi ketidakpastian.