Bendera merah putih berjejer dipinggir-pinggir jalan di depan rumah-rumah warga memenuhi jalanan kampung, berhias umbul-umbul dan kerlap kerlip lampu semakin memeriahkan semarak kemerdekaan. Seorang teman berkomentar, “nasionalisme masyarakat kampung kelihatan tampak lebih tinggi daripada warga kota”. Mungkin kalimat ini ada benarnya walaupun tidak sepenuhnya benar. Sebab nasionalisme tidaklah dapat diukur dari jumlah bendera yang dipajang depan rumah ataupun di lorong-lorong gang. Namun nasionalisme adalah jiwa dan semangat yang terus membara dalam dada untuk mempertahankan negeri merdeka.
Merdeka adalah bebas leluasa mengelola negerinya sendiri, berkuasa mengatur potensi kekayaan bangsanya, bebas dari intervensi bangsa lain, mandiri dan berwibawa di hadapan bangsa lainnya. Bangsa yang merdeka adalah bangsa yang tidak rela apabila negerinya dikuasai oleh bangsa lain baik dari segi politik, ekonomi dan sosial budaya. Nasionalisme adalah menghadirkan kepekaan atas kemandirian bangsa dan mempertahankannya agar anak bangsanya berkuasa untuk mengelola negerinya secara mandiri.
Merdeka itu adalah manakala rakyat lebih mencintai produk dan kekayaan hasil kerja keras bangsanya dibandingkan hasil produk bangsa lain. Baik dari aspek hasil pemikiran maupun produk-produk tangible lainnya. Apalah artinya bendera yang berjejer namun pikiran kita masih terjajah, lebih menghargai karya dan produk bangsa lain dan meremehkan atau under estimate atas karya anak bangsa, lebih bangga atas produk made in luar negeri, china, korea dan jepang dari pada made in indonesia.
Nasionalisme adalah semangat keberpihakan pada nasib bangsanya sendiri, rakyat kebanyakan, keberpihakan atas perusahaan nasionalnya untuk terus bangkit maju dan sukses berkompetisi dengan bangsa lainnya. Bukan malah menjadi subordinasi bangsa lain dan dijual tanpa rasa nasionalisme.
Nasionalisme jangan hanya sekedar jargon sebagaimana jargon “aku pancasila” sementara perilaku yang ditunjukkan adalah jauh dari nilai pancasila yang harusnya setiap silanya dijiwai oleh sila pertamanya. Sementara para penyusunan dasar negara adalah orang-orang yang berjiwa relijius tinggi, yaitu para ulama dan santri. Bahkan nasionalisme dalam sejarahnya digenderangkan oleh para ulama dan santri melalui surau-surau, masjid-masjid, pesantren-pesantren dan pusat pendidikan ummat. Sehingga hanya suara takbirlah yang diyakini mampu mendorong setiap warga negara untuk maju ke medan laga untuk memerdekakan negerinya dari tangan penjajah.
Para pejuang bangsa yang telah mengobarkan nasionalisme telah berhasil memadukan antara nilai-nilai relijiusitasnya dengan semangat bela tanah air, karena sejatinya agama adalah memerdekakan manusia dari keterjajahan. Sehingga sangatlah wajar jika para penyeru kemerdekaan adalah para tokoh agama, para ulama dan santri.
Agama Islam mengajarkan bahwa sejatinya kemerdekaan adalah ketundukan kepada Allah swt semata. Tanah, air dan udara yang menghidupi suatu negeri haruslah dipergunakan agar bangsanya dapat menjalankan ketundukan kepada Allah dengan sempurna tanpa rasa takut, khawatir, terintimidasi oleh bangsa lainnya terlebih jika mereka berpeluang akan semakin menjauhkan anak bangsa dari Allah sang Pencipta. Sebab islam menolak segala bentuk kesewenangan dan perbuatan yang merusak.
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik… (QS. Al-A’raf : 56)
إِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلَ أَهۡلَهَا شِيَعٗا يَسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَةٗ مِّنۡهُمۡ يُذَبِّحُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَيَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Sungguh, Fir‘aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir‘aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qhashash: 4).
Kesewenangan penjajah jelas pasti ditolak dalam Islam dan sangatlah wajar jika kaum muslimin adalah yang paling keras penolakannya terhadap segala bentuk penjajahan, terdepan dalam mempertahankan negara sekaligus benteng terakhir dalam menjaga negeri ini dari kolonialisme, karena nasionalisme adalah konsekwensi dari keyakinan keimanan beragama.
Nasionalisme adalah keberanian menolak segala bentuk penguasaan bangsa lain atas negeri ini dalam segala bidang, baik penguasaan kekayaan alamnya, tanah, air, langit dan udaranya yang menjadikan anak bangsa tidak sebagai tuan atas negerinya yang harusnya mengelola secara mandiri dan berdaulat.
Nasionalisme adalah keberanian menolak semua bentuk kedhaliman yang dilakukan oleh siapa saja baik yang ditimbulkan oleh sikap diri kita sendiri maupun orang lain yang bertentangan dengan semangat kemerdekaan. Adalah sebuah kedhaliman jika diri kita menjauh dari peribadatan kepada Tuhan ataupun pula kebijakan yang ingin menjauhkan warga bangsanya dari semangat mewujudkan ketuhanan Yang Maha Esa. Adalah sebuah kedhaliman manakala diri kita tak bisa berlaku adil atas potensi yang telah diberikan oleh Tuhan dan tak mampu menjadi manusia yang berakhlaq mulia dalam setiap interaksi ataupun pula manakala pengelolaan kehidupan bernegara tidak mengindahkan akhlaq sebagai bangunan peradaban bangsa.
Adalah sebuah kedhaliman jika diri kita lebih suka menyebarkan berita bohong dan membuat pertikaian antar anak bangsa ataupun saling menebarkan kebencian hanya karena perbedaan golongan dan partai politik. Adalah sebuah kedhaliman jika kebijakan yang dibuat tidaklah bijak karena mengesampingkan keterwakilan dan menggantinya dengan individualisme (one man one vote). Dan adalah sebuah kedhaliman manakala keadilan hanyalah milik segelintir saja yang dekat dengan kekuasaan dan pemilik modal menjadikan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas serta kekayaan negeri hanyalah dinikmati oleh segelintir orang saja sementara mayoritas bangsanya hanya dapat mengais sebagian kecilnya.
Para pejuang bangsa telah bertaruh nyawa dan menyuburkan tanah air dengan darah syahidnya untuk memerdekakan negeri ini dari berbagai kedhaliman itu dan menjadikannya bangsa yang mandiri, tegak diatas kakinya sendiri untuk mengelola sepenuhnya potensi dan kekayaan negeri demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga Allah swt menjadikan diri kita dan bangsa ini benar-benar merdeka dari kolonialisme berpikir. Dan semoga memberikan kekuatan taqwa sehingga negeri ini menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo, baldatun thayyibatun warabbun ghafuur. Aamiiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar