Kanal24, Malang – Lutfi Amiruddin, S.Sos., M.Sc., dosen Sosiologi dari Universitas Brawijaya (UB), mengharumkan nama Indonesia melalui keterlibatannya dalam program International Visitor Leadership Program (IVLP) 2024. Program ini, yang sepenuhnya diselenggarakan dan dibiayai oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, menjadi ajang pertukaran pengalaman dan ide antara profesional dari berbagai negara dalam advokasi kelompok penyandang disabilitas.
IVLP 2024, yang berlangsung sepanjang Agustus 2024, mengusung tema “Improving Access to Community Spaces.” Tema ini berfokus pada upaya menciptakan aksesibilitas yang lebih luas bagi kelompok disabilitas di berbagai sektor kehidupan. Partisipasi Lutfi dalam program ini bukan hanya merupakan kebanggaan bagi UB, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia di kancah internasional dalam upaya memperjuangkan inklusi sosial. Lutfi sendiri terpilih melalui proses nominasi eksklusif oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat, menandakan penghargaan atas kontribusi dan kompetensinya di bidang advokasi.
Dalam program ini, Lutfi bersama peserta lain dari Indonesia, seperti staf Kepresidenan RI, jurnalis, aktivis NGO, dan pegawai pemerintah, mengunjungi empat kota besar di Amerika Serikat: Washington DC, Florida, Milwaukee, dan Seattle. Mereka berjejaring dengan berbagai organisasi pemerintah seperti US Department of State dan Department of Justice, serta institusi swasta, kampus, dan NGO.
“Di Amerika Serikat, advokasi disabilitas sudah melampaui pendekatan amal (charity-based approach). Kelompok penyandang disabilitas diakui sebagai bagian integral masyarakat dengan kemampuan berpartisipasi aktif, termasuk dalam dunia kerja,” ujar Lutfi.
Ia mencontohkan bagaimana banyak tunanetra bekerja sebagai telemarketer untuk taman hiburan besar seperti Disneyland dan Universal Studio. Selain itu, ia mengamati bahwa layanan kampus-kampus di Amerika Serikat sangat terintegrasi untuk mendukung mahasiswa, dosen, dan staf penyandang disabilitas.
Lutfi menyoroti bahwa advokasi disabilitas di Indonesia masih berfokus pada kebutuhan primer seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, di Amerika Serikat, hak kebutuhan tersier seperti hiburan juga diperhatikan. Ia sempat mengunjungi Stadion Fiserv Forum di Milwaukee dan gedung opera di Seattle, yang keduanya ramah disabilitas.
“Di Indonesia, kita perlu memperluas advokasi hingga sektor strategis lainnya. Misalnya, di AS, warga memiliki hak hukum menuntut pemerintah jika aksesibilitas publik tidak terpenuhi,” tambahnya.
Program ini juga menyoroti isu interseksionalitas, membahas persinggungan antara disabilitas dengan ras, gender, dan agama, yang menjadi fokus penting dalam diskusi.
Sebagai alumni IVLP, Lutfi akan terlibat dalam berbagai aktivitas yang diinisiasi oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melalui kedutaan besar dan konsulatnya. Ia berharap pengalamannya dapat memperkuat upaya advokasi penyandang disabilitas di Indonesia dan memberikan dampak positif bagi komunitas yang lebih luas.
“Partisipasi saya dalam program ini tidak hanya memberikan wawasan baru, tetapi juga memperluas jaringan untuk memperjuangkan inklusivitas di Indonesia. Semoga pengalaman ini dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk berkontribusi dalam advokasi penyandang disabilitas,” tutup Lutfi.