Indonesia adalah sebuah negara besar, khususnya di Asia Tenggara, memiliki terdiri dari 714 suku dan memiliki lebih dari 1.001 bahasa daerah yang berbeda. Potensi bangsa yang sangat besar ini apabila mampu dikelola dengan baik melalui kepemimpinan yang baik akan bisa menjadi sebuah peluang kebhinnekaan yang dapat ditiru dan diadopsi oleh bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Namun sebaliknya, jika tidak bisa dikelola dengan baik maka negeri ini akan berpotensi bubar dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya akan menjadi dongeng sejarah bagi anak cucu.
Para pendahulu bangsa telah berjuang dalam kurun waktu yang amat panjang untuk menyatukan beragam perbedaan ini karena mereka sadar bahwa jika kebhinnekaan ini tidak segera dirajut pasti akan melemahkan cita-cita palapa nusantara yang akan menghancurkan integrasi bangsa. Sehingga lahirlah sumpah palapa dan sumpah pemuda. Bahkan cita ini diabadikan dalam semboyan kebangsaan yaitu Bhineka Tunggal Ika yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.
Bahkan demi untuk mempertahankan kebhinekaan ini, ummat islam rela mengorbankan idealismenya seraya menjunjung toleransi yang tinggi dengan dihapuskannya tujuh kata keramat cita-cita mulia dari dalam dasar negara dan pembukaan undang-undang dasar 1945 untuk menegakkan dan menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya. Semua itu dilakukan hanya karena ingin tetap mempertahankan cita-cita integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para pendahulu bangsa telah menunjukkan jiwa kenegarawanan yang tinggi dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan golongannya. Mereka bersedia hadir di tengah-tengah rakyat saat terjadi gejolak dan bersedia untuk turut serta menyelesaikannnya secara langsung agar tidak terjadi disintegrasi bangsa dan tetap menguatkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Untuk menyatukan beragam perbedaan itu dibutuhkan seorang dirijen kebangsaan yang mampu menyatu padukan dan menggerakkan serta mengkolaborasikan semua potensi yang dimiliki oleh bangsa ini dalam ragam perbedaan yang ada. Sebagai seorang dirijen, konduktor sebuah orkestra yang memimpin suatu kelompok tim dengan ragam alat berbeda namun diharapkan mampu menampilkan gerak harmoni dan alunan musik yang sempuna dan enak di dengar, dinikmati oleh siapa saja. Namun ditangan seorang dirijen yang tidak kompeten serta lemah maka hanya akan menghasilkan musik yang sumbang dan merusak harmony.
Untuk mewujudkan cita ini, maka semua pihak haruslah bersinergi untuk menampilkan harmony karya orkestra yang apik serta dipastikan jangan sampai ada yang menghasilkan suara sumbang atau bahkan keluar dari group simponi. Untuk itu dibutuhkan seorang negarawan yang bersedia memikirkan nasib bangsa dan menyatukan semua potensi serta mampu merangkul semua kelompok, bukan seorang pemimpin yang suka memecah belah anak bangsa karena sebab kebencian, serta dibutuhkan seorang pempin negarawan yang tidak melakukan politik belah bambu serta bukanlah seorang pempin yang melakukan pembiaran atas anarkhisme dan toleran atas niat disintegrasi nasional. Seorang pemimpin yang demikian tidaklah layak disebut pemimpin apalagi seorang negarawan.
Negeri yang penuh dengan kebhinnekaan ini, dibutuhkan seorang pemimpin dengan karakter kepemimpinan yang kuat yang mampu menyatukan, berjiwa nasionalis sejati, bukan mereka yang hanya teriak nasionalisme namun realitanya memecah belah, bukan pemimpin yang hanya bisa teriak “Aku Pancasila” namun realita sikapnya jauh dari nilai Pancasila, Bukan pemimpin yang hanya bisa teriak NKRI namun realitanya membiarkan disintegrasi, bukan pemimpin yang hanya bisa teriak kerja kerja, namun realitanya membunuhi para pekerja. Yang dibutuhkan oleh negeri ini adalah pemimpin yang benar-benar mampu menetapi janjinya menyempurnakan amanah kemerdekaan.
Disaat para pahlawan pejuang negeri ini telah bertaruh nyawa dengan teriakan takbir dan darah yang menyuburkan tanah air negeri ini, maka siapapun saja yang bertindak khianat dengan memimpin negeri secara ugal-ugalan (mengkhianati dasar negara) serta mendhalimi para penerusnya (ulama) maka pastikanlah bahwa keberkahan akan menjauh dari negerinya lalu digantikan dengan kehinaan demi kehinaan baik dari bangsanya maupun bangsa lainnya. Na’udzu billahi min dzaalik. Allah memberikan peringatan atas negeri yang demikian dengan FirmanNya :
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ
sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (pen-duduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat. (An-Nahl :112)
Semoga Allah swt menyelamatkan bangsa ini dari kehinaan dan kehancuran, semoga para pemimpinnya disadarkan jika melakukan kekeliruan dan dapat kembali ke jalan yang benar, baik secara agama maupun dalam konstitusi bernegara. Dan semoga ditetapkan atas negeri ini ketentraman dan kebahagiaan yang mampu mengantarkan bangsanya sebagai bangsa yang diberkahi. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar