Oleh : Setyo Widagdo
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UB – [email protected]
Setelah digulingkan, Bashar Al Assad mendapatkan suaka dari Rusia, bahkan ketika pasukan oposisi akan memasuki Damaskus, Rusia sudah mengambil inisiatif untuk melindungi Assad dan keluarganya untuk diterbangkan ke Moscow.
Perlindungan Rusia terhadap Assad ini wajar sekali, karena Rusia selama ini memang menjadi sekutu Suriah. Sama halnya dengan para diktator yang digulingkan oleh rakyat pro demokrasi pada umumnya diberi suaka oleh negara sekutunya. Sebut saja misalnya Syah Reza Pahlavi (Syah Iran) yang digulingkan dalam sebuah Revolusi Islam Iran 1979, kemudian mengasingkan diri di Mesir dimana Ia mendapatkan suaka.
Suriah kini dikendalikan oleh Hayat Tahrir al Sham (HTS) yang saat ini mencoba melakukan komunikasi dengan berbagai pihak guna membentuk pemerintahan transisi dan kemudian menyelenggarakan pemilu untuk membentuk pemerintahan yang definitif.
Namun tidak mudah untuk menata kembali Suriah yang terlanjur porak poranda akibat perang saudara sejak 2011.
Artikel ini adalah sekedar opini untuk memprediksi masa depan Suriah dengan beberapa pertanyaan : Bagaimana kelanjutan hubungan Suriah dengan Rusia ? Bagaimana pula hubungannya dengan negara-negara barat ? Bagaimana konstelasi geo politik mendatang pasca pemerintah baru Suriah terbentuk ?
Pemberian suaka kepada Bashar al-Assad dan keluarganya oleh Rusia menjadi salah satu topik yang menarik dalam konteks hubungan internasional dan geopolitik Timur Tengah. Sejak awal perang saudara di Suriah pada 2011, Assad telah menjadi sosok kontroversial. Kepemimpinannya menghadapi berbagai kecaman dari dunia internasional akibat dugaan pelanggaran hak asasi manusia, penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil, dan represivitas terhadap oposisi. Namun, dalam situasi yang semakin kompleks dan penuh tekanan, Rusia muncul sebagai salah satu pendukung utama rezim Assad.
Hubungan antara Suriah dan Rusia memiliki akar sejarah yang panjang. Suriah merupakan salah satu sekutu utama Uni Soviet selama era Perang Dingin. Kedekatan ini berlanjut di era pasca-Soviet, dengan Rusia memandang Suriah sebagai pintu masuk strategis ke Timur Tengah. Sejak awal perang saudara, Rusia secara konsisten mendukung rezim Assad, baik secara militer maupun diplomatik. Rusia melancarkan serangan udara di Suriah sejak 2015 untuk membantu pemerintah Assad merebut kembali wilayah yang dikuasai oposisi dan kelompok militan seperti ISIS.
Dukungan ini tidak hanya didasarkan pada alasan geopolitik, tetapi juga melibatkan kepentingan ekonomi dan militer. Rusia memiliki pangkalan angkatan laut di Tartus, Suriah, yang merupakan satu-satunya fasilitas militer Rusia di Mediterania. Oleh karena itu, keberlanjutan rezim Assad dipandang vital bagi kepentingan strategis Rusia.
Kini, Suriah tidak lagi dalam kendali Bashar Al Assad, Assad jatuh, maka sangat logis jika Rusia melindungi Assad dan keluarganya dengan memberikan suaka di negerinya.
Langkah ini bukan hal yang baru dalam politik internasional. Banyak pemimpin otoriter yang mencari suaka di negara-negara sekutu setelah jatuhnya rezim mereka. Contohnya adalah ketika mantan presiden Ukraina Viktor Yanukovych mendapatkan perlindungan di Rusia setelah terguling pada 2014. Dalam konteks Assad, pemberian suaka oleh Rusia tidak hanya dapat melindungi dirinya dan keluarganya, tetapi juga menjaga rahasia dan informasi sensitif yang terkait dengan hubungan Rusia-Suriah.
Keputusan untuk memberikan suaka kepada Assad melibatkan berbagai pertimbangan strategis bagi Rusia. Pertama, Rusia ingin menjaga citra internasionalnya sebagai pendukung sekutu yang setia. Langkah untuk memberikan perlindungan kepada Assad dapat memperkuat posisi Rusia di Timur Tengah sebagai aktor yang dapat diandalkan oleh sekutunya.
Kedua, Rusia perlu memastikan bahwa pergantian kepemimpinan di Suriah tidak berdampak negatif terhadap kepentingannya di wilayah tersebut. Jika Assad terguling tanpa perlindungan, ada kemungkinan bahwa pemerintahan baru akan bersikap bermusuhan terhadap Rusia dan mengakhiri kerja sama strategis, termasuk penggunaan pangkalan militer.
Namun, langkah ini juga memiliki risiko. Memberikan suaka kepada Assad dapat memperburuk hubungan Rusia dengan negara-negara Barat dan kawasan Timur Tengah lainnya yang memusuhi Assad, seperti Amerika Serikat, Turki, dan Arab Saudi. Selain itu, Rusia dapat menghadapi kritik internasional karena dianggap melindungi pemimpin yang dianggap bertanggung jawab atas kejahatan perang.
Dalam situasi di mana Rusia memberikan suaka kepada Bashar al-Assad, keluarganya juga akan menjadi bagian dari perhitungan. Asma al-Assad, istri Bashar, memiliki pengaruh besar di dalam keluarga dan dikenal aktif dalam membangun citra rezim melalui berbagai kegiatan sosial. Perlindungan terhadap keluarga Assad tidak hanya soal keamanan fisik, tetapi juga mencakup perlindungan terhadap aset dan kekayaan mereka.
Keluarga Assad memiliki kekayaan yang diduga tersebar di berbagai negara. Memberikan suaka kepada mereka berarti Rusia mungkin harus membantu melindungi aset tersebut dari upaya penyitaan oleh komunitas internasional. Hal ini menambah kompleksitas bagi Rusia dalam mengelola implikasi politik dan ekonomi dari pemberian suaka tersebut.
Jika Rusia memberikan suaka kepada Assad, reaksi internasional akan sangat beragam. Negara-negara Barat kemungkinan besar akan mengutuk langkah ini dan menganggapnya sebagai upaya Rusia untuk menghindarkan Assad dari keadilan. Organisasi internasional seperti PBB dapat meningkatkan tekanan terhadap Rusia untuk mengekstradisi Assad guna menghadapi pengadilan internasional atas dugaan kejahatan perang.
Namun, di sisi lain, negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia, seperti Iran dan beberapa negara Afrika, mungkin akan mendukung langkah tersebut. Mereka akan melihatnya sebagai tindakan yang menunjukkan solidaritas terhadap sekutu yang menghadapi tekanan internasional.
Selain itu, nampaknya kejatuhan Bashar Al Assad ini bakal membuka lembaran baru bagi hubungan Suriah dengan negara-negara barat. Hal ini ditandai dengan sudah adanya komunikasi antara kelompok oposisi yang menggulingkan Assad, yakni Hayat Tahrir al Sham (HTS), walaupun stigma “teroris” yang diberikan negara-negara barat kepada HTS belum dihilangkan.
Komunikasi itu terjadi misalnya antara Perancis dan Jerman dengan HTS. Perancis dan Jerman berencana akan membuka kembali kantor kedutaannya yg selama satu dekade ini ditutup sejak terjadi perng saudara.
HTS sendiri yang sekarang mengendalikan Suriah berjanji akan memoderasi haluan politiknya, antara lain dengan memisahkan diri ikatannya dengan kelompok Al Qaeda. Jika hal ini benar-benar terjadi, maka harapan ada “Suriah Baru” yang lebih demokratis, dan tidak dibawah pengaruh kekuatan manapun, bisa saja terjadi, tergantung bagaimana mengelola masa transisi ini.
PENUTUP
Pemberian suaka kepada Bashar al-Assad dan keluarganya oleh Rusia merupakan skenario yang kompleks dengan berbagai dimensi politik, ekonomi, dan moral. Langkah ini dapat memberikan perlindungan kepada Assad sekaligus mempertahankan kepentingan Rusia di Timur Tengah. Namun, konsekuensi geopolitiknya tidak bisa diabaikan, karena dapat memicu ketegangan baru dengan negara-negara yang menentang Assad. Apalagi jika ada upaya dari Rusia mengembalikan kekuasaan Assad di Suriah(*)