KANAL24, Malang – Perhimpunan Ilmuwan Sosial Ekonomi Peternakan Indonesia (PERSEPSI) Komisariat Daerah (KOMDA) Jawa Timur menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang membahas problematika harga ayam broiler di tingkat peternak. FGD digelar kemarin (23/9/2019) di Ruang Sidang FAPET UB.
Dr. Siti Azizah, M.Sos., M.Comm selaku ketua PERSEPSI KOMDA Jatim mengungkapkan bahwa sebetulnya FGD ini digelar, supaya para akademisi dari sosial ekonomi peternakan dapat merespon fluktusi harga, dan bermacam-macam problematika yang terjadi tentang ayam broiler. Selain itu, juga untuk memberikan concern tentang bagaimana memberikan perhatian dan kontribusi untuk para peternak ayam broiler.
“Kontribusi ini nanti berupa hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab kami sebagai akademis, seperti penyuluhan, pengmas, pengajaran dan penelitian. Kemarin, kami sedang mendapatkan berbagai solusi yang diambil bukan dari pemerintah melainkan berasal dari keinginan peternak dan juga masyarakat,” terang Azizah
FGD ini menghadirkan beberapa stakeholder, seperti peternak mandiri yang tidak terikat dengan kemitraan , peternak yang terikat dengan kemitraan atau Plasma, kemudian dari Plasma itu sendiri yang merupakan integrator inti. Hadir pula perwakilan dari pemerintah, yakni dari Departemen Pemasaran Hasil Peternakan Dinas Peternakan Kota malang, peternak dari Blitar, Kediri, dan Kabupaten Malang. Tak lupa, Akademisi dari universitas tetangga seperti Polije, Unej, Uniska, Unitri, dan Universitas Kanjuruhan juga turut hadir.
Saat ini, masyarakat sedang menunggu bagaimana oversupply ayam broiler ini bisa diatasi walaupun tidak semudah dengan membakar DOC atau mengaborsi telur yang sifatnya sementara. Hal yang perlu dilakukan pemerintah adalah langsung mengatasi dari sumbernya. Misalnya, dengan membatasi Grant Parent Stock (GPS), GPS yang distribusinya bermasalah, kemudian ketika sudah bisa membatasi atau mendistribusikan GPS dengan baik, langkah selanjutnya adalah membendung impor. Nantinya, akan menimbulkan persaingan dengan daging ayam impor.
Menurut Azizah, masalah-masalah diatas bisa diatasi salah satunya dengan cara, menurunkan harga pakan. Tapi, tidak semudah itu juga, karena harga pakan terutama yang berbahan jagung itu juga impor, yang mana lebih mahal karena ada tarif impor. Tarif impor ini, kalau terlalu tinggi maka pemerintah harus berani melakukan hal-hal yang bisa dibilang ekstrim tapi bisa menyelamatkan banyak pihak, yang jelas memang ini harus dibicarakan bersama. Sehingga ketika sebuah langkah diambil, kita bisa meminimalisir resiko-resiko selanjutnya.
“Kalau misalnya, disebutkan jagung harus di nol kan tarifnya. Maka kita harus bisa menghadapi demo dari peternak jagung lokal. Kita tidak bisa menyelesaikan hanya dengan dinas peternakan, tetapi juga dengan dinas-dinas atau kementerian lain. Pertama, kita harus tahu dulu pemerintah berpihak kemana, kemudian kebijakan yang bisa memfasilitasi semua pihak, dan peranan swasta yang ternyata tidak semudah menurut perkiraan kita,” tambahnya.
Azizah berharap, dari FGD ini bisa membentuk suatu forum. PERSEPSI ini bisa mengumpulkan stakeholder dari berbagai kalangan dari segala level untuk duduk bersama membicarakan itu. Nantinya, tidak hanya mengundang dari pihak peternak saja, ada kemungkinan mengundang petani jagung, dan pihak-pihak yang juga memproduksi material bahan ternak. Sehingga nanti akan terkumpul sebuah ide yang dapat membuat pakan lebih murah bagi peternak. Kemudian tidak banyak merugikan pemerintah dan pihak lain, sehingga bisa bersaing dengan daging ayam impor. (meg)