Kanal24, Malang – Seni Bantengan khas Malang tidak hanya memukau dengan gerakannya yang dinamis dan atraksinya yang memikat, tetapi juga menjadi identitas budaya yang kaya akan nilai historis dan spiritual. Di balik keindahannya, seni ini menyimpan tantangan besar terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yang jarang menjadi perhatian utama.
Dalam rangka meningkatkan keselamatan para pegiat seni Bantengan, tim pengabdian masyarakat Universitas Brawijaya (UB) melakukan program edukasi K3 kepada komunitas Bantengan. Program ini didanai oleh hibah PKM DPPM Kemendikti Saintek dan dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, ST., M.Kes., IPU., ASEAN Eng.. Selain Prof. Qomariyatus, tim ini juga melibatkan Ir. Endra Yuafanedi Arifianto, ST., MT., mahasiswa Teknik Industri S1, dan mahasiswa S3 Lingkungan UB.
Program ini tidak lepas dari dukungan penuh Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Prof. Dr. Kunti Ludigdo, SE., M.Si., Ak., serta Kepala DRPM, Prof. Luchman Hakim, S.Si., M.Agr.Sc., Ph.D.
Meningkatkan Keselamatan dalam Seni Tradisional
Kelompok Putra Mandala Wisanggeni, salah satu komunitas seni Bantengan Malang, menjadi mitra utama dalam program ini. Melalui observasi dan kolaborasi langsung, tim UB menemukan bahwa para pegiat seni kerap menghadapi risiko cedera, seperti akibat mengangkat properti berat hingga empat kilogram, tampil tanpa alas kaki, atau melakukan gerakan fisik yang intens.
“Kami mencoba menawarkan solusi praktis untuk meminimalkan risiko ini, seperti penggunaan deker, selop, dan teknik angkat beban yang benar. Harapannya, seni Bantengan dapat terus lestari tanpa mengorbankan keselamatan para pegiatnya,” ujar Prof. Qomariyatus saat ditemui dalam sesi pengabdian masyarakat mendampingi kelompok bantengan tampil dalam kegiatan Pomprov IX Jatim (27/6/2025).
Inisiatif pengabdian masyarakat UB ini bertujuan mencapai zero accident dalam setiap pertunjukan bantengan. Tim UB juga melibatkan mahasiswa dalam kegiatan ini untuk memberikan pengalaman langsung dalam mengaplikasikan teori K3 di lapangan.

Mengatasi Tantangan dan Pro Kontra
Dalam kegiatan ini, hadir pula Dr. Gatut Rubiono, pemerhati seni bantengan, menyampaikan bahwa seni ini tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga aspek ekonomi dan sosial. “Bantengan mendorong tumbuhnya UMKM, dari saweran hingga pedagang kaki lima. Namun, kita juga perlu memperhatikan keselamatan penggiatnya, mengingat banyak risiko fisik yang dihadapi,” jelasnya.

Meski begitu, terdapat tantangan dalam memperkenalkan konsep K3 pada seni tradisional yang kerap dikaitkan dengan unsur magis. Beberapa pegiat masih mengandalkan kepercayaan bahwa cedera minim terjadi karena perlindungan spiritual.
Namun, pendekatan berbasis sains tetap menjadi prioritas tim UB untuk mendukung keberlanjutan seni bantengan yang aman dan inklusif.
Dukungan dari Komunitas Bantengan
Langkah ini mendapat apresiasi dari Junaedi, Wakil Ketua Putra Mandala Wisanggeni, yang menyebut program ini sangat membantu para anggotanya. “Kami biasanya hanya mengandalkan peralatan P3K sederhana. Dengan adanya edukasi K3 ini, kami menjadi lebih siap menghadapi berbagai risiko di lapangan,” ungkap Junaedi.

Melalui kolaborasi ini, tim UB dan komunitas bantengan berharap dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja tanpa mengurangi esensi seni itu sendiri.
“Budaya harus dilestarikan, tetapi juga harus aman, nyaman, dan membahagiakan bagi semua penggiatnya,” tutup Prof. Qomariyatus.
Langkah ini menandai komitmen Universitas Brawijaya untuk mendukung pelestarian budaya lokal melalui pendekatan berbasis edukasi dan keselamatan. Dengan dukungan berkelanjutan, diharapkan seni bantengan tetap menjadi kebanggaan Malang tanpa mengorbankan keselamatan para pelakunya.(Din/Pgh)