Kanal24, Malang – Ketika ruang diskusi di kampus mulai memudar, apa yang masih bisa dilakukan untuk menjaga api demokrasi tetap menyala? Bocor Alus Tempo Goes to Campus mengupasnya di Universitas Brawijaya, Senin (17/2/2025). Acara ini menghadirkan rangkaian seminar, talkshow, dan kelas jurnalistik yang bertujuan untuk mendorong diskusi intelektual di kalangan mahasiswa serta memperkuat peran mereka dalam menjaga demokrasi dan kebebasan akademik.
Dalam sesi seminar bertema “Ancaman Demokrasi untuk Kampus,” yang berlangsung di Auditorium Universitas Brawijaya, para pembicara membahas isu-isu mendesak terkait tantangan demokrasi di lingkungan perguruan tinggi.
Ancaman Terhadap Kebebasan Berekspresi di Kampus
Stefanus Pramono, Redaktur Pelaksana Tempo, menyoroti ancaman terhadap kebebasan berekspresi sebagai salah satu isu paling krusial di dunia kampus. Ketika ditanya tentang bagaimana kampus dapat mempertahankan kebebasan akademik dan berpendapat, Stefanus menjelaskan, “Yang paling berbahaya itu tentu saja ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Ini nyata, kita melihat banyak diskusi dibatalkan karena tekanan dari luar. Padahal, kampus adalah ruang untuk menyuarakan mereka yang tidak memiliki kekuatan.”
Ia juga memuji keberanian mahasiswa Universitas Brawijaya yang tetap kritis terhadap isu-isu pemerintah maupun kampus. “Mahasiswa harus tetap berpikir kritis. Jangan menyerah, meskipun menghadapi berbagai persoalan, termasuk pelanggaran di kampus. Suara mahasiswa sangat penting untuk perubahan,” tambahnya.

Menghidupkan Ruang Diskusi di Kampus
Sementara itu, Profesor Anang Sujoko, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (Fisip UB), mengungkapkan keprihatinannya terhadap minimnya pemanfaatan ruang diskusi di kalangan mahasiswa.
“Ruang-ruang diskusi, baik yang bersifat ilmiah maupun terkait isu politik, jarang dimanfaatkan secara optimal,” katanya.
Ia mendorong mahasiswa untuk menciptakan ruang publik yang dinamis, tidak hanya di dalam kampus tetapi juga yang berwawasan luas dan didukung oleh referensi data yang valid. Menurutnya, hal ini penting untuk mengatasi lemahnya pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap isu-isu korupsi dan demokrasi.
“Sebanyak 43 persen anak muda tidak bisa membedakan perilaku korupsi. Ini menjadi evaluasi besar untuk sistem pendidikan tinggi yang lebih fokus pada kepatuhan dibandingkan pemikiran kritis,” jelasnya. Ia juga menekankan perlunya sinergi antara perguruan tinggi dan lembaga seperti KPK untuk memberikan pendidikan antikorupsi secara lebih komprehensif.

Tantangan Administrasi di Perguruan Tinggi
Selain itu, Profesor Anang menyoroti tekanan administratif yang sering kali mengalihkan perhatian perguruan tinggi dari pengembangan intelektual mahasiswa. Ia menjelaskan bahwa kontrak kinerja antara rektor dan kementerian sering kali membuat perguruan tinggi lebih fokus pada pemenuhan target teknis seperti akreditasi dan peringkat universitas.
“Mahasiswa perlu menciptakan ruang diskusi dan gerakan yang tidak sekadar mengikuti situasi ini. Perguruan tinggi seharusnya tidak hanya menjadi pelaksana program pemerintah, tetapi juga menjadi bagian dari proses pembangunan bangsa,” tegasnya.
Antusiasme Mahasiswa dan Civitas Akademika UB
Diskusi ini juga menghadirkan Dian Irawati, Ketua Yayasan Pelopor Tujuhbelas, Hussein Abri Dongoran, Redaktur Tempo, dan Stevanus Pramono sebagai pembicara. Mereka memberikan berbagai wawasan kepada para peserta yang hadir. Mahasiswa Universitas Brawijaya terlihat antusias mengikuti sesi-sesi diskusi, mencerminkan semangat mereka untuk memahami dan memperjuangkan demokrasi di lingkungan kampus.
Acara ini menjadi pengingat pentingnya perguruan tinggi sebagai benteng terakhir demokrasi. Dengan menghidupkan ruang-ruang diskusi dan menjaga kebebasan akademik, mahasiswa dapat terus memainkan peran sentral dalam membangun bangsa.(din/abl/rey)