Kanal24, Malang – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Kerugian tersebut berasal dari ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, serta pemberian kompensasi dan subsidi. Para tersangka terdiri dari empat pejabat anak perusahaan Pertamina dan tiga pihak swasta.
Salah satu modus yang dilakukan adalah pengurangan produksi minyak bumi dalam negeri sehingga memerlukan impor. Selain itu, terdapat dugaan praktik mark-up kontrak pengiriman minyak impor dan pengoplosan bahan bakar.

Tersangka diduga mengimpor minyak dengan nilai RON 90 atau lebih rendah, kemudian mencampurnya untuk menghasilkan BBM dengan kualitas RON 92 (Pertamax). Pencampuran ini dilakukan di fasilitas penyimpanan di Merak, Banten, yang seharusnya menjadi wewenang Kilang Pertamina Internasional, bukan Pertamina Patra Niaga.
Para tersangka terdiri atas empat pejabat tinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga pihak swasta. Dari kalangan internal Pertamina, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, serta VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional sebagai tersangka.
Sementara itu, tiga pihak swasta yang juga menjadi tersangka adalah Beneficially Owner PT Navigator Khatulistiwa, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Komisaris PT Jenggala Maritim yang juga menjabat sebagai Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Seluruh tersangka langsung ditahan setelah melalui proses pemeriksaan intensif oleh penyidik Kejaksaan Agung. Penahanan dilakukan guna mempercepat penyidikan lebih lanjut. Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.ahli.
Kejaksaan Agung menyatakan masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain. PT Pertamina menyatakan mendukung proses hukum yang sedang berlangsung. Hingga saat ini, kuasa hukum para tersangka belum memberikan keterangan.
Praktik pengoplosan dan dugaan mark-up kontrak merupakan bagian dari kerugian negara yang mencapai angka triliunan rupiah. Penyelidikan terhadap kasus ini dilakukan dengan berpedoman pada aturan yang mengutamakan penggunaan minyak bumi dalam negeri sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2018.
Kejagung menegaskan fokusnya adalah pada pemeriksaan fakta-fakta dari para tersangka untuk memastikan semua pihak yang bertanggung jawab dapat diproses hukum.(din)