Kanal24, Malang – Permasalahan implementasi Coretax disebut sejumlah pakar sebagai salah satu penyebab utama anjloknya penerimaan pajak di awal tahun. Namun, istilah ini sama sekali tidak muncul dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret yang digelar pada Kamis (13/3/2025).
Dalam laporan tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak per Februari 2025 hanya mencapai Rp187,8 triliun, turun drastis 30,2% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp269,02 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dalam konferensi persnya menguraikan sejumlah alasan penurunan penerimaan pajak ini. Ia menyebut bahwa pola penurunan di awal tahun merupakan tren tahunan yang sudah berlangsung sejak 2022. “Jadi, tidak ada hal yang anomali dari penurunan penerimaan pajak selama Januari—Februari 2025. Sifatnya normal saja,” ujarnya.
Baca juga : Pendapatan Negara Turun, Defisit APBN Februari 2025 Capai Rp31,2 Triliun
Namun demikian, Anggito mengakui bahwa penurunan tahun ini lebih tajam dibandingkan sebelumnya, dipengaruhi oleh dua faktor utama: anjloknya harga komoditas unggulan seperti batu bara (-11,8%), Brent (-5,2%), dan nikel (-5,9%), serta faktor administrasi akibat kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) atas PPh 21 yang mulai diterapkan pada Januari 2024.
Ia juga menjelaskan adanya kebijakan relaksasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri, di mana pembayaran hingga Februari 2025 dapat dilakukan sampai dengan 10 Maret 2025. Meski kebijakan tersebut memengaruhi data kas penerimaan, Anggito memastikan bahwa setelah dinormalisasi, rata-rata penerimaan periode Desember 2024—Februari 2025 tetap lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Meski pemerintah menghindari pembahasan Coretax, Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, Prianto Budi Saptono, dikutip dari Bisnis.com, menilai bahwa implementasi sistem ini menjadi penyebab signifikan turunnya penerimaan pajak. Prianto menyebut gangguan teknis pada Coretax telah menghambat pembayaran pajak di Januari 2025.
Pandangan serupa disampaikan oleh Fajry Akbar, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Menurutnya, masalah Coretax, kebijakan TER, dan restitusi PPN adalah faktor utama penurunan penerimaan pajak, meski sifatnya sementara. Fajry optimistis penerimaan pajak dapat kembali membaik dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, sejumlah pihak mempertanyakan langkah Kemenkeu yang tidak mempublikasikan data penerimaan pajak Januari 2025 secara rinci. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Luky Alfirman, berdalih bahwa data tersebut dianggap tidak relevan sehingga diabaikan dalam paparan resmi.
Dengan target penerimaan pajak Rp2.189,3 triliun pada 2025, kondisi ini memunculkan tantangan besar bagi pemerintah untuk memulihkan tren positif dalam pengelolaan keuangan negara.(din)