Kanal24 – Awal Maret lalu, sejumlah 29 musisi Indonesia yang tergabung dalam organisasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI) mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini telah teregistrasi dengan Nomor 38/PUU-XXIII/2025.
Pengajuan uji materi ini dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan regulasi terkait performing rights dan royalti dalam UU Hak Cipta. Para musisi merasa perlu adanya kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban mereka dalam penggunaan komersial lagu atau musik. Salah satu isu utama adalah apakah penyanyi atau pelaku pertunjukan wajib memperoleh izin dari pencipta lagu saat membawakan lagu tersebut dalam pertunjukan komersial.
Isu mengenai performing rights dan royalti telah menjadi topik hangat dalam industri musik Indonesia. Beberapa kasus sebelumnya, seperti perseteruan antara Ahmad Dhani dan Once Mekel, serta antara Agnez Mo dan Ari Bias, menunjukkan adanya ketidakjelasan dalam mekanisme perizinan dan pembayaran royalti. Kasus-kasus ini menjadi latar belakang bagi para musisi untuk mencari kepastian hukum melalui uji materi di MK.
Dasar Hukum Performing Rights dan Royalti dalam UU Hak Cipta
Performing rights atau hak pertunjukan adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang pihak lain menampilkan ciptaannya di muka umum. Di Indonesia, hak ini diatur dalam beberapa ketentuan sebagai berikut:
- Pasal 23 ayat (1) dan (2) huruf a UU Hak Cipta: Pencipta memiliki hak untuk melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain menampilkan ciptaannya dalam bentuk pertunjukan langsung atau rekaman.
- Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta: Setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta, dengan syarat membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik: Mengatur mekanisme pembayaran royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait atas penggunaan lagu atau musik secara komersial.
Peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)
LMK berfungsi sebagai perantara antara pencipta atau pemegang hak cipta dengan pengguna karya musik. Mereka bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan royalti kepada pihak yang berhak. Pengguna karya musik, seperti penyelenggara konser atau pemilik tempat hiburan, diwajibkan membayar royalti melalui LMK untuk penggunaan komersial lagu atau musik.
Tanggapan Terhadap Pengajuan Uji Materi
Pengajuan uji materi ini memicu berbagai tanggapan dari kalangan musisi. Ahmad Dhani, misalnya, menyebut langkah tersebut sebagai tindakan kekanak-kanakan. Menanggapi pernyataan tersebut, Ariel NOAH, salah satu penggugat, menekankan bahwa tujuan utama uji materi ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terkait hak dan kewajiban musisi dalam ekosistem musik Indonesia.
Pengajuan uji materi terhadap UU Hak Cipta oleh para musisi mencerminkan kebutuhan akan kepastian hukum dalam industri musik Indonesia, khususnya terkait performing rights dan mekanisme pembayaran royalti. Dengan adanya uji materi ini, diharapkan regulasi yang ada dapat lebih jelas dan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam industri musik.(din)