Kanal24, Malang – Dalam dunia teknologi yang semakin kompetitif, khususnya dalam bidang kecerdasan buatan (AI), Google mengambil langkah tak biasa untuk mempertahankan talenta terbaiknya. Perusahaan raksasa teknologi tersebut dilaporkan memberikan cuti berbayar hingga satu tahun kepada beberapa karyawan DeepMind, hanya agar mereka tidak bekerja di perusahaan pesaing.
Dilansir dari Business Insider, fenomena ini terjadi karena Google DeepMind, unit riset AI milik Google yang berbasis di Inggris, mengikat sejumlah stafnya dengan perjanjian nonkompetisi (non-compete agreement). Perjanjian tersebut melarang para mantan karyawan bekerja untuk perusahaan pesaing selama maksimal 12 bulan setelah mereka keluar dari Google.
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi 2024 Stagnan, Target 8% Mustahil?
Empat mantan karyawan DeepMind yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan kerahasiaan mengungkapkan bahwa perjanjian ini diterapkan secara agresif. Bahkan, ada staf yang diberi cuti berkebun (gardening leave)—istilah untuk masa cuti kerja di mana karyawan tetap digaji namun tidak aktif bekerja—hingga satu tahun penuh.
“Kontrak kerja kami sesuai dengan standar pasar. Mengingat sifat sensitif pekerjaan kami, kami menggunakan perjanjian nonkompetisi secara selektif untuk melindungi kepentingan sah kami,” ujar juru bicara Google, dikutip pada Sabtu (12/4/2025).
Perang Talenta AI
Langkah ekstrem ini menunjukkan betapa ketatnya persaingan dalam dunia AI. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan banyaknya perusahaan baru maupun raksasa teknologi yang berlomba-lomba meluncurkan produk AI mutakhir, mempertahankan sumber daya manusia unggulan menjadi prioritas.
Salah satu mantan staf menyebutkan bahwa nonkompetisi enam bulan adalah hal umum, bahkan untuk kontributor individu yang terlibat dalam pengembangan model AI Gemini milik Google. Namun, untuk peneliti senior, durasi nonkompetisi bisa mencapai satu tahun.
“Siapa yang mau mengontrak Anda untuk memulai dalam setahun? Itu berlaku selamanya dalam AI,” kata seorang eks-karyawan DeepMind yang mengungkapkan keresahannya.
Hukum yang Beragam dan Dampaknya
Di Amerika Serikat, hukum terkait perjanjian nonkompetisi bervariasi di setiap negara bagian. California, misalnya, secara hukum melarang penerapan nonkompetisi, bahkan memperluas larangannya ke luar wilayah negara bagian sejak undang-undang baru diperkenalkan pada 2023.
Sementara itu, di Inggris—tempat markas DeepMind berada—perjanjian semacam itu masih dapat ditegakkan selama dianggap wajar dan relevan untuk melindungi kepentingan bisnis yang sah.
Hal ini justru menjadi kendala tersendiri bagi para profesional AI yang ingin mengejar peluang baru di tengah booming industri. Perusahaan pesaing seperti OpenAI dan Microsoft, yang kini juga memperluas kantor mereka di Inggris, tentu menjadi incaran para talenta DeepMind yang ingin berpindah haluan.
Namun, banyak dari mereka yang merasa terhalang. Seorang mantan staf bahkan mengaku bahwa beberapa rekannya mempertimbangkan untuk pindah ke California hanya demi menghindari klausul nonkompetisi ini.
Menjaga Talenta, Mencegah Risiko
Strategi Google ini memperlihatkan bagaimana perusahaan besar lebih memilih merogoh kocek dalam-dalam untuk menjaga sumber dayanya, daripada melihat mereka bekerja untuk kompetitor. Meski secara hukum sah, pendekatan ini juga menimbulkan perdebatan soal etika dan dampaknya terhadap mobilitas karier.
Baca juga:
Presiden Prabowo Ingin Perkuat Kerja Sama Ekonomi dengan India
Bagi para profesional di bidang AI yang berada di garis depan inovasi, kebebasan untuk berpindah dan berbagi pengetahuan menjadi kunci pertumbuhan karier. Namun, dengan aturan ketat seperti ini, tantangan baru pun muncul—yakni bagaimana tetap berkembang di industri yang bergerak sangat cepat, ketika akses ke tempat baru justru dibatasi oleh kontrak.
Satu hal yang pasti, dalam perang memperebutkan talenta AI, bukan hanya kecanggihan teknologi yang menjadi taruhan, melainkan juga nasib dan masa depan para pengembangnya. (nid)