Kanal24, Malang – Dalam gelaran Wisuda Universitas Brawijaya (UB) Periode XIX Tahun 2025 yang berlangsung pada Sabtu (17/05/2025), Dr. Sujadmi dari Program Studi Sosiologi tampil sebagai salah satu lulusan terbaik yang mencuri perhatian. Sosok perempuan tangguh asal Belitung ini tak hanya menuntaskan studi doktoralnya dengan gemilang, namun juga menghadirkan riset yang sarat makna sosial dan keberpihakan pada kelompok minoritas.
Dalam perbincangan selepas prosesi wisuda, Dr. Sujadmi mengisahkan tantangan terbesar yang ia hadapi selama menyelesaikan studi. “Tantangan utamanya adalah akses terhadap jurnal internasional,” ujarnya. “Untuk menemukan novelty atau kebaruan dalam penelitian, saya harus membaca sebanyak mungkin literatur global. Proses ini tentu membutuhkan waktu ekstra dan disiplin membaca yang tinggi,” tambahnya.
Baca juga:
UB Resmi Jadi Anggota Texas International Education Consortium (TIEC)
Penelitian yang ia angkat mengulas keberagaman masyarakat, khususnya dalam konteks keberagamaan etnis Tionghoa di Bangka Belitung. Fokusnya adalah pada agama Khonghucu, yang kerap berada dalam posisi ganda minoritas—baik dari sisi etnis maupun kepercayaan. Menurutnya, sekitar 35% masyarakat di Bangka Belitung merupakan etnis Tionghoa, dengan sebagian besar menganut agama Khonghucu.
Namun, menurut Sujadmi, pengakuan terhadap keberagaman tersebut masih belum diiringi dengan pemenuhan hak-hak dasar, terutama hak atas pendidikan agama. “Anak-anak di tingkat sekolah dasar masih kesulitan mendapat fasilitas untuk belajar agama mereka secara memadai. Ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah, bukan hanya pengakuan di atas kertas, tapi juga realisasi hak-hak di lapangan,” tegasnya.
Sebagai dosen di Universitas Bangka Belitung, Sujadmi juga dikenal aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Penelitiannya mengangkat tema “Kompleksitas dan Hibriditas Transformatif dalam Pemberdayaan Masyarakat Etnis Tionghoa” sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap inklusivitas dan keadilan sosial.
Terkait perannya sebagai ibu, akademisi, dan mahasiswa doktoral, Sujadmi menegaskan bahwa manajemen waktu adalah kunci. “Saya sudah merancang target setiap semester sejak awal. Ada waktunya untuk belajar serius, ada pula waktunya untuk rehat. Yang penting kita bisa mendisiplinkan diri dan menjaga stabilitas emosi,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya dukungan komunitas belajar, terutama diskusi bersama teman-teman seperjuangan, untuk menghindari stres selama menempuh studi.
Motivasi terbesar Sujadmi datang dari kedua orang tuanya. “Kebetulan, ayah saya wafat pada Agustus kemarin. Itu menjadi momen yang sangat emosional sekaligus menyemangati saya untuk segera menyelesaikan studi,” kenangnya dengan haru. Lebih jauh, ia juga ingin menjadi panutan bagi generasi muda di Bangka Belitung. “Kita yang berasal dari daerah kepulauan harus tetap optimis. Kita mampu berprestasi dan bersaing secara nasional dan internasional.”
Baca juga:
Koleksi Burung Puter Fapet UB Bertambah
Kini, sebagai lulusan terbaik, Sujadmi siap kembali ke kampus asalnya di Bangka Belitung untuk meneruskan pengabdian sebagai dosen. Ia bertekad untuk menyebarkan ilmu dan semangat kepada mahasiswa, serta aktif dalam publikasi dan pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Ilmu itu sifatnya cair dan terus berkembang. Kita harus selalu siap menyesuaikan diri dan berkontribusi lebih jauh,” pungkasnya.
Wisuda kali ini menjadi lebih dari sekadar penanda akhir studi. Bagi Sujadmi, ini adalah awal dari babak baru dalam perjalanan akademiknya—dengan komitmen kuat terhadap pendidikan, keberagaman, dan pengabdian masyarakat. (nid/bel)