Kanal24, Malang – Kecerdasan buatan (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk peran pustakawan di lingkungan perguruan tinggi. Dalam sesi pelatihan hari kedua kegiatan “Menavigasi Era AI untuk Layanan Perpustakaan Unggul” yang diselenggarakan UPT Perpustakaan Universitas Brawijaya (UB), Kamis (12/06/2025), Ir. Heri Prayitno tampil sebagai pemateri yang mengungkap transformasi besar pustakawan dalam mendukung riset dan publikasi ilmiah di era digital.
Dalam paparannya, Heri menyampaikan bahwa sistem pencarian informasi kini tak lagi hanya mengandalkan kata kunci atau klasifikasi manual, tetapi sudah dapat menggunakan sistem rekomendasi berbasis AI yang jauh lebih akurat dan kontekstual. “Kami sudah coba beberapa server AI yang bisa memberikan referensi berdasarkan kebutuhan spesifik. Bahkan bisa menunjukkan letak fisik koleksi di rak mana,” ungkap Heri.
Baca juga:
UB Bookstore kini Resmi Diluncurkan di Jantung Perpustakaan UB

Teknologi ini, lanjut Heri, secara signifikan mempermudah dosen dan mahasiswa dalam proses penulisan karya ilmiah. Bahkan, UPT Perpustakaan UB baru-baru ini berhasil membantu penyusunan dan penyuntingan 106 artikel ilmiah yang berhasil disubmit ke jurnal bereputasi Q1 dan Q2. “Biasanya kontribusi pustakawan di situ rendah. Tapi sekarang kami bisa ikut bantu langsung. Ini bukti bahwa pustakawan harus keren,” tegasnya.
Menurut Heri, transformasi ini telah mengubah peran pustakawan menjadi mitra riset sejajar dengan peneliti. “Sekarang kalau dosen atau mahasiswa cari artikel atau alat analisis data, mereka langsung datang ke pustakawan, bukan lagi hanya ke resepsionis atau sekadar search di katalog,” ujarnya.
Ia menambahkan, pustakawan kini dituntut memiliki keterampilan baru seperti penggunaan perangkat lunak analisis data (misalnya Nvivo) dan kemampuan menulis ilmiah yang mumpuni. Tak hanya itu, pemahaman tentang struktur penulisan akademik, termasuk penulisan pendahuluan dan tinjauan pustaka yang baik, menjadi keterampilan wajib.
“AI memang bisa bantu menyusun teks, tapi yang paling penting adalah bagaimana memahami substansinya, mengecek validitasnya, dan menghindari bias maupun plagiarisme. Saya sendiri sudah menulis lebih dari 160 artikel, dan tetap mengecek ulang meskipun pakai bantuan tools,” paparnya.
Heri menekankan pentingnya pemanfaatan AI bukan sebagai jalan pintas, melainkan sebagai alat bantu produktif. “Saya sering bilang ke peserta pelatihan, saya bisa ajari cara cepat menulis, tapi bukan berarti langsung pintar. Untuk jadi pintar, tetap harus banyak membaca dan memahami,” jelasnya.
Baca juga:
UPT Perpustakaan UB Luncurkan Inovasi Layanan Baru
Dalam konteks ini, pustakawan tidak hanya menjadi penjaga koleksi, melainkan pelaku aktif dalam ekosistem riset. Heri mengajak seluruh pustakawan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi agar tidak tertinggal. “Perpustakaan sempat mengalami masa ditinggalkan. Tapi sekarang, dengan masuknya teknologi AI, kita kembali jadi pusat pencarian ilmu. Banyak yang datang lagi. Jangan sampai kehilangan momentum ini,” pesannya.
Ia juga berharap generasi pustakawan selanjutnya dapat lebih semangat menulis dan mendampingi proses riset akademik. “Karena yang pasti, kebutuhan untuk menulis tidak akan pernah berhenti. Dan setiap dosen pasti akan mencari bantuan dalam hal itu,” pungkas Heri.
Dengan semangat perubahan ini, UPT Perpustakaan UB menegaskan peran barunya sebagai pusat layanan informasi yang tak hanya responsif secara teknologi, tetapi juga kolaboratif secara ilmiah. Pustakawan masa kini adalah penggerak ilmu pengetahuan – bukan sekadar pengarsip buku, melainkan mitra strategis dalam dunia riset yang dinamis. (nid/bel)