Kanal24, Malang – Berangkat dari kepedulian akademik terhadap isu-isu sosial dan hukum kontemporer, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) melalui Kompartemen Hukum Perdata menggelar workshop yang mengangkat tema “Isu-Isu Terkait Penculikan Anak oleh Orang Tua atau Keluarga di Indonesia dan Lintas Batas Negara.” Acara ini berlangsung pada Rabu (02/07/2025) di ruang Member Demokrasi FH UB.
Workshop ini dilaksanakan atas kolaborasi antara FH UB dengan Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional. Tujuannya adalah membahas permasalahan hukum yang timbul akibat perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA), khususnya dalam hal hak asuh anak ketika terjadi perceraian.
Baca juga:
KPK Perkuat Pencegahan Korupsi Melalui Media Penyiaran

Ketua Kompartemen Hukum Perdata FH UB, Rumi Suwardiyati, S.H., M.Kn., menjelaskan bahwa persoalan anak dalam perkawinan campuran kerap luput dari perhatian publik karena bersifat privat, namun dampaknya sangat signifikan terhadap kesejahteraan anak. Anak sering kali terombang-ambing dalam urusan perwalian, terutama ketika salah satu orang tua membawa anak keluar negeri tanpa kesepakatan atau dasar hukum yang jelas.
“Workshop ini bukan hanya ajang berbagi pengetahuan akademik, tetapi juga menjadi ruang dialog antara institusi pendidikan dan pembuat kebijakan. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah dalam merancang regulasi yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran,” ujar Rumi.
Baca juga:
Dilema Pendidikan Gratis: Janji Konstitusi di Tengah Krisis Anggaran
Acara ini dihadiri oleh dosen dari berbagai kompartemen hukum di FH UB, termasuk Kompartemen Hukum Perdata, Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam, serta Hukum Ekonomi dan Bisnis. Juga hadir tamu dari Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, yang ikut berdiskusi secara aktif mengenai realitas yang dihadapi di lapangan.
Dengan hadirnya workshop ini, diharapkan muncul kesadaran akan pentingnya kehadiran hukum nasional yang lebih rigid dan terintegrasi, agar hak anak tetap terlindungi meski terjadi konflik atau perceraian antara orang tua yang berbeda kewarganegaraan. (Nid)