KANAL24, Malang – Pemerintah akan memulai kebijakan “new normal life” di sejumlah daerah yang dinilai sukses menekan laju penyebaran Covid-19. Tentunya berita ini membawa angin segar bagi beberapa sektor industri yang sangat terdampak seperti industri pariwisata.
Namun, pakar komunikasi dan managemen krisis Universitas Brawijaya (UB), Maulina Pia Wulandari, Ph.D justru menyarankan agar industri pariwisata jangan tergesa-gesa untuk beroperasi kembali di masa pemberlakuan new normal life.
“Industri Pariwisata jangan buru-buru untuk beroperasional. Gunakan waktu satu sampai tiga bulan di awal New Normal Life ini sebagai masa persiapan, masa transisi, dan masa edukasi. Industri Pariwisata harus menghitung dan mempertimbangkan dengan cermat resiko, biaya, dan keuntungan dengan dibukanya kembali dunia bisnis pariwisata,” terangnya.
Di masa transisi, pelaku industri pariwisata dapat mempersiapkan tempat bisnisnya sesuai standar protokol kesehatan yang telah dikeluarkan panduannya oleh Kementrian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata RI. Bukan hanya sekedar bersih saja, tapi pelaku wisata harus benar-benar menerapkan tiga prinsip yaitu Clean (Bersih), Healthy (Sehat), Safe (Aman).
Selain itu, pelaku industri pariwisata juga harus melakukan latihan atau simulasi penerapan protokol kesehatan di tempat bisnis pariwisatanya, sehingga protokol kesehatan menjadi sebuah kebiasaan bagi pelaku industri pariwisata beserta karyawannya.
Pelaku industri pariwisata juga membutuhkan waktu untuk mengedukasi dirinya, karyawan, para wisatawan dan masyarakat sekitar industri pariwisata untuk disiplin mematuhi protokol kesehatan. Hal ini tentu tidak mudah, industri pariwisata harus benar-benar memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan keselamatan semua komponen di industri ini mulai dari proses pemesanan, keberangkatan, kedatangan, aktifitas berwisata, hingga proses kepulangannya.
Jika ada hal yang terlewat, bisa jadi industri pariwisata malah menjadi pemicu terjadinya second wave pandemic COVID-19.
Alumni program doctoral University of Newcastle itu menambahkan, bahwa pelaku industri pariwisata harus mulai menyusun strategi komunikasi pemasaran yang lebih disesuaikan dalam masa transisi. Strategi komunikasi pemasaran saat ini bagi industri pariwisata bukan berorentasi pada penjualan tapi justru lebih fokus pada kampanye yang bertujuan edukasi kepada semua komponen dalam industri ini terutama pada wisatawan, tentang protokol kesehatan di tempat-tempat dan bisnis pariwisata.
“Kampanye yang dilakukan harus menyampaikan pesan bahwa tempat wisata, hotel, transportasi, dan pusat oleh-oleh yang akan didatangi wisatawan bersih, sehat dan aman. Karena masalah inilah yang menjadi kekhawatiran bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata ke sebuah tempat,” jelas Pia.
Pesan-pesan dalam kampanye bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana seperti mengunggah foto-foto kegiatan bersih-bersih di tempat wisata di sosial media, membuat video sederhana yang menunjukkan kesiapan fisik tempat wisata sesuai protokol kesehatan, mengunggah berbagai poster dan video yang menarik tentang protokol kesehatan yang harus ditaati selama mengunjungi tempat wisata.
Dari setiap pesan yang disampaikan secara terus-menerus di berbagai saluran komunikasi seperti sosial media dan media massa, wisatawan dan pelaku industri pariwisata akan merasa yakin bahwa industri pariwisata bersih, sehat, dan aman untuk dikunjungi.(meg)