Kanal24, Malang – Konflik antara Israel dan Palestina tidak hanya menciptakan ketegangan di Timur Tengah, tetapi juga memicu polarisasi di kalangan warganet Indonesia. Boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Israel menjadi sorotan utama, namun seiring dengan itu muncul pertanyaan: apakah aksi ini memberi dampak signifikan terhadap Israel?
Dilansir dari kompas.com, ada banyak pendapat yang muncul terhadap boikot terhadap Israel.
Menurut Pegiat Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), Giri Taufik, menjelaskan bahwa tujuan utama gerakan boikot adalah memberikan tekanan pada perusahaan-perusahaan yang dianggap “komplis” dalam serangan Israel terhadap Palestina.
Dari sisi Ekonomi, Ahmad Heri Firdaus, Peneliti INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), menyatakan bahwa aksi boikot lebih mungkin merugikan ekonomi Indonesia ketimbang Israel. Sebagian besar perusahaan yang menjadi target boikot sebenarnya memiliki lisensi dan telah menyerap tenaga kerja serta sumber daya lokal. Risiko terbesar, menurutnya, adalah dampaknya pada tenaga kerja Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut.
Tanggapan dari pemerintah Indonesia juga muncul. Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI, berpendapat bahwa gerakan boikot tidak akan menyelesaikan masalah di Gaza. Namun, ia mendorong Indonesia untuk bersikap tegas di forum PBB dan menyuarakan isu pelanggaran hak asasi manusia di Gaza. Sementara itu, Putu Ali Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, melihat potensi boikot sebagai kesempatan untuk memperkuat industri dalam negeri.
Dengan berbagai pendapat yang beragam, nasib gerakan boikot terhadap Israel di Indonesia masih menjadi tanda tanya. Sementara, warganet berusaha memberikan suara mereka, pertanyaan tentang efektivitas dan dampak jangka panjangnya terhadap Israel masih memanas di tengah konflik internasional yang terus berlanjut.
Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Brawijaya (UB), Adhi Cahya Fahadayna, S.Hub.Int., M.S. juga turut memberi tanggapan terkait aksi boikot terhadap Israel yang tengah mencuat di media sosial. Dalam pernyataannya, Adhi berpendapat bahwa aksi boikot terhadap produk dan perusahaan terafiliasi Israel tidak selalu efektif, karena seringkali produk yang diboikot tidak memiliki keterkaitan langsung dengan Israel.
Menurut Adhi, kesalahan dalam memilih target boikot dapat melemahkan tujuan gerakan tersebut. Ia menekankan bahwa perekonomian Israel tidak sepenuhnya tergantung pada produk yang menjadi target aksi boikot.
“Sumber pendapatan Israel berasal dari sektor yang berbeda, sehingga aksi boikot terhadap produk tertentu tidak akan berdampak signifikan,” ujar Adhi.
Sebagai seorang akademisi di bidang Hubungan Internasional, Adhi memberikan saran alternatif untuk menyuarakan dukungan terhadap Palestina. Ia mengusulkan agar masyarakat lebih fokus pada pendekatan yang lebih efektif, seperti kampanye media sosial yang konsisten dan memberikan sumbangan kemanusiaan. Menurut Adhi, Indonesia memiliki platform yang kuat untuk menyuarakan kebutuhan warga Palestina dan berkoordinasi dengan Kedutaan Palestina.
“Penting untuk memahami bahwa boikot yang tidak terarah dapat melemahkan pesan kita. Sebagai gantinya, kita dapat memanfaatkan kekuatan media sosial untuk terus menyuarakan solidaritas dengan Palestina dan menggalang dukungan kemanusiaan,” tambahnya.
Adhi juga menyoroti peran penting diplomasi dan kerjasama internasional dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah. Ia menekankan perlunya upaya bersama dari berbagai negara untuk mencapai solusi damai dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Tanggapan Adhi Cahya Fahadayna memberikan perspektif yang lebih luas terhadap isu aksi boikot Israel. Dengan mengedepankan pendekatan yang lebih strategis dan efektif, Adhi berharap agar suara solidaritas Indonesia dengan Palestina tetap terdengar di tingkat internasional tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi domestik. (nid/skn)