Kanal24, Malang – Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) kian merambah ke berbagai bidang, termasuk manajemen informasi, yang kini mulai bergeser dari sekadar proses digitalisasi data menuju penerapan AI sebagai mitra cerdas dalam pekerjaan. Hal ini disampaikan oleh Bayu Indra Pratama, S.I.Kom., M.A., dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan dalam seminar “The 3 in 1 Program: The Role of AI in Information Management” di Lantai 4 Gedung A FIA UB pada Selasa (15/10/2024). Ia menekankan bahwa teknologi AI telah mengubah secara signifikan cara kita mencari, mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menemukan, dan memanfaatkan informasi.
Bayu menjelaskan bahwa AI dapat berperan sebagai “mitra cerdas” yang memperkuat kapabilitas pengelola informasi, sehingga pekerjaan dalam bidang Library and Information Science (LIS) di Indonesia juga mengalami reposisi. “AI berperan sebagai fasilitator dan partner bagi pustakawan dan profesional informasi lainnya, yang memungkinkan mereka untuk tidak hanya mengelola data tetapi juga memanfaatkan AI dalam memberikan layanan yang lebih cerdas dan responsif,” ujar Bayu.
Dalam paparan Bayu, berbagai pekerjaan di bidang LIS telah mengalami pergeseran tugas dan fungsi akibat perkembangan teknologi. Beberapa contoh perbandingan pekerjaan sebelum dan sesudah penerapan AI dalam manajemen informasi mencakup transformasi peran dari pustakawan (librarian) menjadi kurator informasi digital (digital information curator), serta pengelola arsip (archivist) yang beralih ke arsiparis digital (digital archivist). Pergeseran ini menunjukkan bahwa pemanfaatan AI tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan cara baru dalam mengelola koleksi dan membantu pengguna.
Baca juga : Menggali Peran AI dalam Pembaruan Kurikulum dan Manajemen Informasi
Contoh lainnya termasuk perubahan peran pustakawan referensi (reference librarian) menjadi pustakawan riset yang dibantu AI (AI-assisted research librarian), serta pengelola metadata (metadata specialist) yang bertransformasi menjadi manajer metadata AI (AI metadata manager). Dengan demikian, para profesional informasi kini dapat menggunakan AI untuk memudahkan klasifikasi, analisis, dan pengelolaan data yang lebih kompleks.
Bayu juga menyoroti manfaat utama AI dalam manajemen informasi, yang meliputi kemampuan Natural Language Processing (NLP) untuk menganalisis data tak terstruktur, serta peningkatan akurasi pencarian informasi melalui alat pencari berbasis AI. Selain itu, AI mampu melakukan pembersihan data untuk mengurangi kesalahan, analitik prediktif untuk memproyeksikan tren masa depan, dan klasifikasi dokumen untuk mengorganisir volume besar dokumen dengan lebih efisien.
Namun, penerapan AI dalam manajemen informasi tidak lepas dari berbagai tantangan. Bayu mengingatkan bahwa risiko privasi dan keamanan data, bias dan diskriminasi, kurangnya transparansi, serta ketergantungan pada teknologi merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan. “Ketika terlalu bergantung pada AI, profesional informasi dapat kehilangan keterampilan berpikir kritis,” ujar Bayu.
Untuk mengurangi risiko tersebut, Bayu menyarankan beberapa langkah penting dalam implementasi AI, antara lain dengan menerapkan langkah-langkah keamanan yang ketat untuk melindungi data pengguna, melatih sistem AI dengan data yang beragam dan bebas bias, serta mengembangkan sistem yang transparan dan dapat dijelaskan. Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara penggunaan AI dan keterlibatan manusia dalam pengambilan keputusan, serta menyusun pedoman etika dalam penggunaan AI.
Bayu menutup dengan pernyataan bahwa kolaborasi antara AI dan manusia dalam manajemen informasi berpotensi menciptakan ekosistem pengetahuan yang lebih efisien dan tangguh. “Reposisi AI sebagai mitra cerdas, bukan sekadar alat, adalah langkah penting untuk memaksimalkan manfaat teknologi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari,” pungkasnya. (nid/una)