Fenomena mudik mungkin hanya ada di budaya nusantara kita. Mudik berasal dari sandi kata bahasa Jawa Ngoko yaitu mulih dilik angg berarti mudik adalah kegiatan perantau/ pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya.
Mudik bermakna pula orang udik yaitu orang desa/kampung. Fenomena mudik pada masyarakat Islam di nusantara memiliki beragam makna yang terkait dengan perjalanan spiritual yang dilakukan menjelang lebaran setelah orang melakukan aktivitas ibadah puasa. Masyarakat nusantara lebih suka merayakan lebaran nya bersama orang-orang Kampung tempat di mana dia berasal.
Mudik mungkin lebih dikenal pada masyarakat perantau atau pekerja di luar kota. Merantau atau berpindah tempat tinggal dari daerah asal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Merantau adalah sunnatullah bagi setiap orang agar mendapatkan penghasilan, penghidupan termasuk dalam menuntut ilmu. Bahkan Rasulullah mengajarkan hijrah dari tempat yang tidak kondusif (makkah) menuju tempat yang lebih baik dan kondusif (madinah). Demikian imam syafi’i dalam sebuah syairnya
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. # Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang).
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan) # Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan # Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa #Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.
Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam # tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.
Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang) # Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.
Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya # Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.
Mudik seakan milik para perantau walaupun sejatinya *mudik adalah milik siapa saja* yang berpindah atau keluar dari tempat asal kelahirannya. Dengan mudik masyarakat ingin menegaskan bahwa mereka berasal dari desa tempat dimana dia dilahirkan, dibesarkan oleh sejarah dan ada interaksi sosial di sana, ada nilai-nilai yang dibangun bersama, ada romantisme sejarah, ada nilai-nilai kehidupan yang diajarkan semasa dia di desa.
Mudik adalah untuk menegaskan nilai-nilai kearifan masa lalu dan kembali mengasah nilai-nilai itu untuk dihadirkan kembali dalam kehidupan dan dengan mengingat-ingat proses perjalanan sejarah melalui interaksi selama pulang di kampung dengan silaturahim dan anjangsana pada saat mudik lebaran tersebut.
Nilai-nilai kearifan itu kembali menguat melalui cerita-cerita antar sanak keluarga, teteman, tetangga dalam silaturahmi.