KANAL24, Malang – Secara terminologis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah bangsa merujuk pada sekelompok individu yang tinggal didalam sebuah ikatan batin yang dipersatukan karena mempunyai kesamaan sejarah dan cita-cita. Sementara yang disebut Negeri adalah tanah tempat tinggal suatu bangsa atau kampung halaman ataupun tanah tempat kelahiran.
Kehidupan berbangsa adalah realitas suatu masyarakat yang hidup dan bertempat tinggal di sebuah wilayah tertentu untuk mewujudkan cita-cita mulia bersama di negeri dimana ia hidup. Bagaimana cara agar sebuah negeri mampu menjadi jalan kebaikan bagi bangsanya ?
Banyak para ahli dan tokoh menawarkan konsep solusi dalam kehidupan berbangsa agar tercipta realitas yang diidamkan oleh bangsanya. Seperti yang dirumuskan oleh socrates dengan penegakan hukumnya, plato, machiavellism dsb.
Lalu, bagaimana islam memandang persoalan ini ? Terdapat 3 terminologi yang perkenalkan dalam alquran untuk menjelaskan konsep berbangsa ini. Untuk membahasnya kita menggunakan istilah “negeri” untuk menjelaskan konsep berbangsa.
Dalam alquran terdapat banyak istilah untuk mendeskripsikan tentang berbangsa. Sebagaimana dalam Firman Allah swt :
Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr”. (QS.Saba’:15).
Berdasarkan ayat tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dipahami. Pertama, Islam menggunakan istilah Baldah (Negeri) Thayyibah (Baik). Hal ini terkait dengan aspek pengelolaan sumber daya alam. Berdasarkan penjelasan ulama ahli tafsir, kata tahyyibah dalam ayat tersebut terkait dengan Negeri kaum Saba’ yang Allah swt berikan banyak kebaikan bagi negeri ini dengan kemakmuran alamnya.
Ibnu Katsir, menjelaskan, bahwa: dulu mereka berada dalam kenikmatan dan kebahagiaan (yang meliputi) negerinya, kehidupannya, kelapangan rizkinya, tanaman-tanamannya, dan buah-buahannya. Allah mengutus kepada mereka beberapa rasul, yang menyeru mereka agar memakan rizki yang diberikan-Nya, dan agar bersyukur kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Hingga Allah memberi kesejahteraan bagi negeri saba dan rakyatnya. Demikian pula yang disampaikan oleh Imam asy Syaukani.
Menurut Imam ath Thabari, daerah mereka (kaum saba, saat itu), sama sekali tidak pernah terlihat ada nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, dan ular. Apabila seseorang masuk ke dalam dua tamannya, dan meletakkan keranjang di atas kepalanya, maka pada saat keluar, keranjang itu akan penuh dengan beraneka buah-buahan, padahal ia tidak memetiknya dengan tangannya”.
Dengan konsep Thayyibah ini dipahami bahwa islam sangat menekankan pentingnya untuk dapat menjaga mengelola potensi sumberdaya alam dengan baik, melalui pengelolaan lahan pertanian, pengairan, kebersihan dan kesehatan lingkungan sehingga mampu menghasilkan produk secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan potensi sumberdaya alam dikelola secara mandiri dan merdeka oleh rakyatnya sehingga mereka pulalah yang menikmati kesejahteraannya dan tidak berada dalam bayang-bayang kekuasaan atau penguasaan bangsa lainnya.
Namun perlu dipahami pula bahwa baldah thayyibah adalah merupakan hasil dari perilaku ummat yang tunduk patuh Allah swt melalui kekuatan spiritualitas sehingga membuka pintu kebaikan atas negerinya dan bangsanya.
Kedua, Islam memperkenalkan konsep Baldah Rabbun Ghafuur (Negeri yang Tuhan Mengampuni) , merupakan faktor akibat dari tindakan masyarakatnya. Konsep Balda Rabbun Ghafuur lebih merupakan kemampuan aspek pengelolaan potensi SDM yang sadar spiritual, taat pada Allah dan, menjauh dari kemaksiatan. Hal ini dipahami bahwa islam menekankan pentingnya kebijakan penguasa untuk meningkatkan kesadaran spiritualitas dalam masyarakat sehingga lahir ketundukan dan ketaatan untuk menjalankan perintah agamanya baik dalam kesadaran beribadah maupun menjalankan aturan syariat agama serta menjaga masyarakat dari berbagai peluang terjadinya kemungkaran dan kemaksiatan. Pemerintah menyusun regulasi sekaligus sebagai kontrol dalam upaya penegakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Karena perilaku masyarakat yang tunduk patuh itulah maka Allah mengampuni dosa penduduknya kemudian Allah meridhoi mereka sehingga Allah menurunkan rahmad-Nya dengan membukakan berbagai pintu kesejahteraan bagi penduduk dan negerinya.
Ketiga, Islam memperkenalkan konsep Negeri Penuh Berkah. Sebagaimana dalam Firman-Nya :
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf : 96)
Negeri yang berkah adalah hasil dari terwujudnya prasyarat yang diajukan oleh Allah swt yaitu bahwa penduduk negeri itu harus beriman dan bertaqwa. Iman adalah konstruksi berpikir yang ada dalam benak dan menjadi sebuah keyakinan yang kuat diatas landasan dasar keimanan dalam islam dengan segala konsekwensinya. Taqwa adalah hasil implementasi dari kontruksi keyakinan yang diwujudkan dalam beragam bentuk tanggungjawab kemanusiaan (taqwa).
Orang yang benar-benar beriman akan menjadikan setiap tindakannya selalu penuh keseriusan dan kesungguhan serta bersih dari kemunafikan pikiran dan tindakan karena mereka merasa bahwa Allah selalu mengawasi dan menilai dirinya, di catat oleh malaikat, meneladani perbuatan nabi (ittiba’), tindakannya selalu didasarkan pada aturan syariat, dan penuh semangat mengoptimalkan waktu yang ada untuk mengukir karya terbaik karena yakin bahwa hidupnya berbatas waktu, sementara karya kemanfaatan terbaik dirinya sedang ditunggu oleh orang lain, dan sangat berhati-hati menjaga keikhlasan dirinya karena percaya bahwa kelak apapun yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Disaat semua upaya telah mereka lakukan dengan serius dan sungguh-sungguh lalu dia mempasrahkan seluruh urusan dirinya kepada Allah dengan apapun hasilnya, baik atau buruk, karena memang semua realitas itu adalah milikNya, dengan sebuah keyakinan bahwa Allah swt adalah Dzat yang maha adil yang tentu akan memberikan jalan kebaikan (balasan terbaik) bagi hambanya yang bersungguh-sungguh mewujudkan dan meniti jalan-Nya.
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut : 69)
Itulah orang yang bertaqwa ? . Yaitu orang yang dengan penuh tanggungjawab (respontibilty) berusaha mewujudkan keimanannya / keyakinannya dalam seluruh aspek tindakan dalam berbagai peran kehidupan. Mereka yang bertaqwa akan lebih mendahulukan Allah swt dalam setiap tindakannya dalam menjalani peran dirinya tersebut. Jika dia sebagai. Seorang pemimpin yang bertaqwa maka dia bertanggungjawab penuh pada tanah airnya, peduli bagi rakyatnya, menjaga sumber daya alamnya dan mendorong rakyatnya untuk menjalankan aturan Tuhan dalam kehidupan.
Dua hal inilah, iman dan taqwa yang membingkai seluruh aktifitas kemanusiaan mereka dalam menjalani peran individualitasnya maupun proses interaksi sosial dalam menata kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa. Sehingga dengan dasar bingkai inilah maka Allah swt menurunkan keberkahan. Yaitu bertambahnya kebaikan sehingga airnya selalu bersih, tanahnya subur, udaranya bersih dan kehidupan sosialnya damai sejahtera. Lalu bagaimana jika sebaliknya..??
Semoga Allah swt menjadikan diri-diri kita bertaqwa pada Allah dan Rasul-Nya dengan sebenar-benarnya dan menganugerahkan atas negeri ini pemimpin yang amanah dan semoga Allah menebarkan banyak keberkahannya untuk bangsa dan negeri ini. Aamiiiin…