Kanal24, Malang – Sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah ikan lele di Kota Malang, Muhammad Reksa Arerl Annafi, Mahasiswa Fakultas Teknik Perikanan Angkatan 2021 Universitas Brawijaya, menciptakan inovasi camilan berbahan dasar ikan lele bernama basreng basah. Melalui program Akademi Wirausaha Mahasiswa Merdeka (AWMM) Reksa menjawab permasalahan harga rendah dalam industri budidaya ikan lele di Malang. Sabtu (20/12/2024).
Reksa menjelaskan bahwa produk inovatifnya dilatarbelakangi oleh kendala yang sering dihadapi para pembudidaya ikan lele di Malang. Kota ini memiliki permintaan ikan lele yang tinggi, mencapai 5 ton ikan lele. Namun, harga jual ikan lele cenderung rendah, membuat para pembudidaya kesulitan mendapatkan keuntungan yang layak.
“Saya melihat peluang besar untuk meningkatkan nilai tambah ikan lele melalui produk camilan yang digemari, terutama oleh remaja dan mahasiswa. Basreng basah berbahan dasar ikan lele adalah jawabannya,” jelas Reksa.
Selain itu, penggunaan ikan lele sebagai bahan utama basreng merupakan hal baru di Malang. Selama ini, camilan seperti basreng basah umumnya menggunakan ikan tenggiri. Dengan inovasinya, Reksa ingin membuktikan bahwa ikan lele dapat menjadi alternatif yang tak kalah berkualitas, sekaligus meningkatkan kesejahteraan para pembudidaya ikan lele.
Produk basreng basah yang dikembangkan Reksa memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya menonjol di pasaran. Basreng ini dibuat sepenuhnya dari ikan lele segar tanpa campuran perisa buatan atau bahan pengawet. Kandungan protein ikan lele yang mencapai 35% juga menjadi nilai tambah, menjadikannya pilihan camilan sehat yang mendukung kebutuhan gizi konsumen.
“Keunggulan produk kami adalah keaslian bahan dasarnya. Tidak ada campuran bahan tambahan, sehingga lebih sehat dan aman dikonsumsi,” ujar Reksa.
Dari segi harga, produk ini tetap kompetitif meskipun menggunakan bahan baku berkualitas. Reksa menjelaskan bahwa produk mereka dihargai setara dengan basreng basah berbahan ikan tenggiri, namun menawarkan manfaat gizi yang lebih unggul.
Reksa dan timnya menargetkan mahasiswa dan remaja sebagai pasar utama. Segmen ini dipilih karena cenderung mencari camilan yang praktis, murah, namun tetap sehat. Strategi ini terbukti berhasil, dengan penjualan hampir 100 kilogram adonan basreng dalam dua bulan sejak diluncurkan melalui program AWMM.
“Kami ingin memberikan manfaat lebih kepada konsumen, bukan hanya dari segi rasa, tetapi juga dampak positif bagi kesehatan mereka,” kata Reksa.
Selain menjual produk, Reksa bersama rekan-rekan dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) dan Universitas Bhayangkara Blitar juga melakukan edukasi mengenai budidaya ikan lele. Tujuannya adalah menghilangkan stigma negatif terhadap ikan lele dan meningkatkan kesadaran konsumen tentang kualitas produk berbasis lele.
Ke depannya, Reksa berencana memperluas inovasinya dengan mencakup seluruh produk olahan ikan lele, mulai dari camilan hingga bahan baku masakan lainnya. Ia juga memulai inisiatif menciptakan pakan ikan lele sendiri untuk meningkatkan efisiensi budidaya.
“Pakan adalah salah satu komponen biaya terbesar dalam budidaya lele. Banyak pembudidaya terpaksa menggunakan pakan berkualitas rendah, yang memengaruhi hasil panen mereka. Kami ingin memberikan solusi dengan memproduksi pakan sendiri yang lebih berkualitas,” jelasnya.
Inovasi ini tidak hanya memberikan peluang bisnis baru, tetapi juga menjadi langkah konkret dalam mendukung keberlanjutan ekonomi para pembudidaya ikan lele. Dengan keberhasilan awalnya di Malang, Reksa optimis produk basreng basah berbahan dasar ikan lele akan terus berkembang dan diterima oleh pasar yang lebih luas. (fan)