Kanal24, Jakarta – Musim kemarau tahun 2024 di Indonesia membawa tantangan baru yang berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Wilayah-wilayah di Indonesia, terutama di bagian selatan seperti Jawa, Nusa Tenggara, dan Papua Selatan, mengalami kekeringan yang intens dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus hingga September. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera, Pasifik dan Hindia, serta dua benua, Australia dan Asia.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa musim kemarau kali ini tidak seragam di seluruh Indonesia. “Kondisi saat ini musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia. Nggak bisa kompak barengan semua musim kemarau. Musim di Indonesia ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti angin dari Australia yang melewati Indonesia menuju Asia,” ujarnya dalam Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan: Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia yang disiarkan melalui akun YouTube Info BMKG pada Selasa (20/8/2024).
Dwikorita juga menekankan bahwa meskipun sebagian wilayah mengalami kekeringan, beberapa daerah di utara khatulistiwa masih menghadapi banjir, meskipun musim kemarau sedang berlangsung di tempat lain. Kondisi ini, menurutnya, bukan kesalahan prediksi BMKG, melainkan akibat dari ketidakseragaman iklim di Indonesia.
Lebih lanjut, Dwikorita menyebutkan potensi terjadinya La Nina lemah pada akhir Agustus hingga awal September yang diperkirakan akan meningkatkan curah hujan sekitar 10% di beberapa wilayah, termasuk Sumatra. Hal ini berpotensi menyebabkan perubahan signifikan dalam pola cuaca, dengan kemungkinan masuknya musim hujan pada bulan Oktober.
Selain itu, Dwikorita menjelaskan bahwa selama masa transisi musim ini, beberapa fenomena cuaca seperti Maden Jullian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer dapat membawa hujan mendadak, meskipun seharusnya kondisi masih kering. Fenomena ini menjadi salah satu tantangan dalam prediksi cuaca, yang mendorong BMKG untuk melakukan modifikasi cuaca guna mempercepat turunnya hujan di wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan, seperti yang telah dilakukan di Jawa Timur dan Jawa Barat baru-baru ini.
“Pada saat gelombang atmosfer datang, awan hujan mendadak muncul. Padahal seharusnya awan hujan belum muncul. Nah, pada saat ini terjadi, pak Seto (Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto) akan mencegat dan memaksa awannya turun. Kalau kelembapannya 70%, bisa dipercepat-dipaksa turun. Nah kemarin pak Seto melakukan modifikasi cuaca itu dan awannya dipercepat turun di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat yang kering. Begitu kita memanfaatkannya dengan modifikasi cuaca,” jelasnya.
BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan memberikan informasi yang akurat untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan musim kemarau 2024 yang berbeda dan lebih kompleks dibandingkan tahun lalu.(din)