KANAL24, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin COVID-19 Sinovac.
Kepala Badan POM Penny K. Lukito dalam keterangan persnya mekalui YouTube BPOM RI Senin (11/1/2021) menyampaikan bahwa penerapan EUA ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi COVID-19 ini.
Kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria.
“Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh Pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait,” ujarnya.
Kriteria ketiga, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis) didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan.
“Dan terakhir, belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat,” ujar Penny.
Berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin CoronaVac diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brazil yang dipantau sampai periode 3 bulan setelah penyuntikan dosis yang ke 2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin CoronaVac aman.
“Hasil evaluasi menunjukkan CoronaVac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan, dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam,” tutur Kepala Badan POM.
Vaksin CoronaVac telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), yang dilihat dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai 6 bulan.
“Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai 3 bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen,” jelasnya.
Selain itu, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen, dan berdasarkan laporan dari efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen, serta di Brazil sebesar 78 persen. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50 persen.
Berdasarkan data tersebut dan mengacu kepada panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan EUA untuk vaksin COVID-19 (Considerations for Evaluation of COVID-19 Vaccines), yaitu memiliki minimal data hasil pemantauan keamanan dan khasiat/efikasi selama 3 bulan pada uji klinik fase 3, dengan efikasi vaksin minimal 50 persen, maka vaksin CoronaVac ini memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency.
“Oleh karena itu, pada hari ini, Senin, tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin COVID-19 yang pertama kali kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc. yang bekerja sama dengan PT. Bio Farma,” tegas Kepala Badan POM.
Pemberian persetujuan EUA ini, diharapkan dapat mendukung upaya Pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.
“Mari kita dukung program vaksinasi COVID-19, karena keberhasilan penanganan COVID-19 ini merupakan keberhasilan kita bersama sebagai Bangsa.” tutup Penny K. Lukito.(sdk)