Kanal24, Malang – Pengetahuan mengenai Multilateral Instrument (MLI) dan Subject to Tax Rule (STR) sangat penting bagi regulasi keuangan nasional, khususnya dalam memastikan bahwa praktik perpajakan antarnegara berjalan dengan adil dan transparan. Dengan munculnya tantangan global dalam menjaga stabilitas pajak, MLI dan STR hadir sebagai instrumen penting yang mencegah penghindaran pajak dan memastikan bahwa setiap transaksi lintas negara dikenakan pajak secara memadai. Bagi Indonesia, implementasi aturan ini merupakan langkah strategis untuk melindungi kepentingan fiskal negara dan memperkuat penerimaan pajak dari transaksi multinasional.
Pemerintah Indonesia kini sedang menyiapkan landasan hukum untuk mengimplementasikan perjanjian MLI Subject to Tax Rule (STR) dalam regulasi keuangannya. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengungkapkan bahwa regulasi terkait STTR akan diwujudkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) serta peraturan teknis yang akan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Kita akan menyiapkan Peraturan Presiden dan aturan teknis di DJP untuk mendukung implementasi STR ini,” ujar Febrio dalam konferensi pers APBN KiTa edisi September 2024 di Jakarta (23/9/2024).
Pemerintah berencana melaporkan regulasi yang telah disiapkan kepada Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebagai bagian dari komitmen internasional Indonesia dalam memerangi praktik penghindaran pajak. Setelah aturan ini resmi diterapkan, kebijakan STR akan mulai berjalan efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak nasional.
Febrio menegaskan bahwa STTR akan membantu Indonesia mengoptimalkan potensi penerimaan pajak, terutama dari transaksi antar perusahaan dalam satu grup yang beroperasi di berbagai negara. Pembayaran antarperusahaan, seperti bunga dan royalti, yang sebelumnya mungkin dikenakan tarif pajak yang sangat rendah di negara penerima, kini harus memenuhi syarat minimum 9% pajak.
“Jika tarif pajak di negara penerima kurang dari 9%, maka Indonesia bisa mengenakan pajak tambahan atas pembayaran tersebut,” jelas Febrio.
Kebijakan ini tidak hanya menguntungkan Indonesia dari sisi penerimaan pajak, tetapi juga bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak yang dilakukan melalui rekayasa transaksi antarperusahaan dalam grup yang beroperasi di berbagai negara. STR akan memperkuat kerangka perjanjian perpajakan yang sudah ada dan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi Indonesia untuk menindaklanjuti pembayaran lintas negara yang tidak sesuai dengan ketentuan pajak.
Selain meningkatkan penerimaan negara, STR merupakan bagian dari kesepakatan global dalam Pilar 2 yang berfokus pada menekan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat di antara negara-negara. Pilar ini menjadi landasan dalam menciptakan kesetaraan dalam penerapan tarif pajak antarnegara, di mana Indonesia, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, turut menandatangani kesepakatan bersama dengan 42 negara lainnya.
Dalam praktiknya, STTR hanya berlaku untuk pembayaran antarperusahaan yang bernilai lebih dari 1 juta euro dalam satu tahun pajak, atau untuk penghasilan yang melebihi biaya pokok ditambah margin 8,5%. Dengan adanya ambang batas ini, STTR akan difokuskan pada transaksi bernilai besar yang potensial untuk menciptakan penghindaran pajak, sekaligus menjaga agar kebijakan ini tidak memberatkan transaksi bernilai kecil.
Penerapan MLI dan STR ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak Indonesia, sekaligus menjaga stabilitas keuangan negara di tengah dinamika ekonomi global yang semakin kompleks.(din)