Oleh : Arini Mutiara Damayanti* :
Pajak berbasis gender merujuk pada kebijakan perpajakan yang mempertimbangkanperbedaan gender dalam struktur dan penerapannya. Tujuan dari pajak berbasis gender adalah untuk mengidentifikasi dan mengatasi ketidakadilan yang timbul dalam sistem perpajakan karena adanya perbedaan gender.
Di Indonesia, ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan masih menjadi isu yang sering diperdebatkan. Perempuan menerapkan program maupun kebijakan pajak yang mempertimbangkan beban dan tanggung jawab keluarga. Sedangkan dari sisi masyarakat, perlu adanya edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan dalam sistem perpajakan serta dengan menyediakan program pendidikan keuangan untuk perempuan memahami sistem perpajakan dan mengelola keuangan mereka secara efektif.
Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam proses perancangan kebijakan pajak melalui forum diskusi juga diperlukan dengan tujuan agar suara dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk perempuan dapat didengar dan dipertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Baca juga : Penerapan Two Pillar Solution tehadap Aspek Perpajakan Indonesia
Kebijakan pajak berbasis gender dapat memainkan peran penting dalam mendukung kesetaraan ekonomi dan sosial. Kebijakan yang mempertimbangkan perbedaan peran dan tanggung jawab gender dalam masyarakat dapat membantu mengurangi ketidakadilan ekonomi yang dialami oleh perempuan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari penerapan pajak berbasis gender yang telah diterapkan di negara lain untuk merancang kebijakan perpajakan yang lebih inklusif dan adil, yang mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender.
Di Indonesia cenderung memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang lebih rendah dan penghasilan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan perempuan seringkali memiliki akses yang terbatas terhadap sumberdaya ekonomi, kesempatan kerja, dan juga pendidikan yang memadai.
Pajak berbasis gender diharapkan dapat mengurangi ketimpangan ini dengan memberikan insentif atau keringanan pajak yang mendukung partisipasi ekonomi perempuan.
Sejauh ini, Indonesia belum secara eksplisit menerapkan kebijakan perpajakan berbasis gender. Namun, ada beberapa inisiatif yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi perempuan, seperti program bantuan langsung tunai yang menargetkan perempuan miskin dan usaha kecil yang dimiliki oleh perempuan.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah menunjukkan komitmen terhadap kesetaraan gender melalui berbagai program dan kebijakan lainnya, seperti yang baru-baru ini mengenai pengesahan Undang-Undang Kesetaraan Ibu dan Anak (UU KIA) yang menjelaskan bahwa para ibu bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan hingga enam bulan.
Ketidakadilan pajak berdasarkan gender dapat muncul dari berbagai aspek kebijakan perpajakan yang tidak mempertimbangkan adanya perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Perempuan cenderung memperoleh penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor termasuk diskriminasi upah, konsentrasi pekerjaan di sektor bergaji rendah, dan juga tanggung jawab rumah tangga yang lebih besar.
Selain itu, Beberapa produk yang secara khusus dibutuhkan oleh perempuan, seperti produk kebersihan menstruasi juga dikenakan pajak yang sama dengan barang-barang lainnya. Hal tersebut dianggap tidak adil karena produk ini merupakan kebutuhan dasar bagi perempuan dan tidak bisa dihindari.
Ketidakadilan tersebut dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi perempuan. Beban pajak yang tidak proporsional dapat mengurangi pendapatan bersih yang tersedia untuk kebutuhan dasar, tabungan, dan investasi bagi perempuan, sehingga kemudian berpengaruh pada kemampuan perempuan dalam menabung dan merencanakan masa depan mereka.
Dampak ekonomi dari ketidakadilan pajak juga dapat mempengaruhi akses perempuan dan keluarga mereka terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Keterbatasan keuangan dapat menyebabkan pengurangan dalam pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan, yang memiliki dampak negatif jangka panjang pada kesejahteraan perempuan dan generasi berikutnya.
Di Singapura, pemerintah memiliki beberapa kebijakan pajak dan insentif yang memiliki dampak signifikan dalam mendukung kesetaraan gender dan kesejahteraan ekonomi keluarga maupun perempuan, salah satunya yaitu kebijakan Working Mother’sChild Relief (WMCR). Kebijakan tersebut merujuk pada pengurangan pajak yang diberikankepada ibu bekerja yang memiliki anak, sehingga dapat mendorong partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dan mendukung kesejahteraan keluarga.
Untuk mendorong kesetaraan dalam sistem perpajakan, perlu adanya kerjasama dan partisipasi aktif baik dari pemerintah maupun dari pihak masyarakat. Pemerintah dapat menerapkan program maupun kebijakan pajak yang mempertimbangkan beban dan tanggung jawab keluarga.
Sedangkan dari sisi masyarakat, perlu adanya edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan dalam sistem perpajakan serta dengan menyediakan program pendidikan keuangan untuk perempuan memahami sistem perpajakan dan mengelola keuangan mereka secara efektif.
Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam proses perancangan kebijakan pajak melalui forum diskusi juga diperlukan dengan tujuan agar suara dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk perempuan dapat didengar dan dipertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Kebijakan pajak berbasis gender dapat memainkan peran penting dalam mendukung kesetaraan ekonomi dan sosial. Kebijakan yang mempertimbangkan perbedaan peran dan tanggung jawab gender dalam masyarakat dapat membantu mengurangi ketidakadilan ekonomi yang dialami oleh perempuan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
*)Arini Mutiara Damayanti, Mahasiswa Semester 6 Prodi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya