KANAL24, Jakarta – Daya tarik industri perbankan Indonesia jauh lebih besar dibandingkan industri perbankan negara tetangga di kawasan ASEAN. Hal ini karena ruang untuk tumbuh bagi pasar perbankan Indonesia masih jauh lebih besar.
Menurut Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro, rasio deposit to Gross Domestic Product (GDP) negara tetangga seperti Thailand mencapai 117,7%, Malaysia mencapai 175,8%, Filipina mencapai 91,4%, Singapura mencapai 182,6%. “Sementara Indonesia baru 46%. Artinya ruang untuk tumbuh bagi industri perbanka di Indonesia memang masih sangat besar,” kata Andry di Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Selain itu, marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan di Thailand mencapai 3,3%, di Malaysia 2,0%, di Singapura 1,9%, di Fillipina sebesar 4,5%. Sementara di Indonesia, industri perbankan mampu memberikan NIM sampai 4,9%.
Secara umum, berbagai indikator perbankan masih cukup solid sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terjaga. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat masih cukup tinggi sebesar 23,3% pada bulan September 2019, lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun 2018 yang sebesar 23,0%.
“Kinerja laba bank-bank besar sepanjang tahun 2019 juga masih cukup baik di tengah besarnya tantangan yang harus dihadapi saat ini, yaitu ketidakpastian global dan harga-harga komoditas yang stagnan,” tambah Andry.
Bank-bank besar di dalam negeri pada Kuartal III 2019 masih mencatatkan kinerja yang cukup baik dan sesuai dengan ekspektasi pasar. Empat bank-bank terbesar (Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BNI) pada Kuartal III 2019 mencatatkan rata-rata pertumbuhan laba bersih sebesar 9,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja pada 2Q19 yang sebesar 3,9% (yoy).
Beberapafaktor yang dapat menopang kinerja adalah ekspansi bisnis yang masih cukup baik, kualitas aset yang masih terjaga, stabilnya pertumbuhan pendapatan operasional, serta perbaikan efisiensi kegiatan operasional perbankan (efisiensi biaya tenaga kerjadan biaya umum dan administrasi).
“Kami cukup optimis profitabilitas perbankan akan membaik pada tahun 2020 mendatang,” ucap Andry.
Kondisi ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, serta masih terjaganya berbagai indikator ekonomi makro secara keseluruhan, seperti tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan berdampak kepada peningkatan pertumbuhan kredit. Selain itu penurunan suku bunga kebijakan BI 7 days reverse repo rate juga akan memperbesar selisih suku bunga kredit dan DPK, sehingga marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) juga akan meningkat.
Bank-bank harus lebih jeli melihat potensi sumber-sumber pertumbuhan kredit yang baru yang memiliki prospek yang baik, terutama sektor-sektor yang berorientasi domestik, seperti FMCG , layanan kesehatan dan sektor-sektor yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Di sisi lain bank juga harus menerapkan fungsi manajemen risiko yang baik untuk menjaga kualitas aset sehingga NPL tetap terjaga, serta terus meningkatkan rasio kecukupan modal untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global.
“Kami perkirakan pertumbuhan kredit perbankan nasional pada tahun 2020 mencapai 9% – 10%. Sementara pertumbuhan DPK berada di kisaran 7% – 8%,” tutup Andry. (sdk)