Kanal24, Malang – Permintaan konsumen terhadap produk pangan berkualitas tinggi dan aman terus meningkat, terutama untuk daging unggas seperti daging itik. Sebagai sumber protein hewani bernilai gizi tinggi, daging itik memiliki tantangan dalam penyimpanan akibat oksidasi lipid dan pertumbuhan mikroba yang mempengaruhi kualitas fisikokimia dan sensorisnya. Penyimpanan pada suhu 4°C dapat memperlambat kerusakan, tetapi masih memiliki keterbatasan dalam menekan pertumbuhan mikroba patogen, seperti Proteobacteria. Oleh karena itu, diperlukan metode pengawetan tambahan yang efektif dan aman.
Suparmi, mahasiswa Program Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (FAPET UB), meneliti efektivitas mikroemulsi dan nanoemulsi ekstrak biji pala dalam menjaga kualitas daging itik selama penyimpanan yang diujikan pada Senin (17/03/2025). “Saya memilih tema ini karena pengawetan yang banyak digunakan saat ini masih berbasis sintetis, yang berpotensi mengganggu keamanan pangan dan kesehatan konsumen. Dengan nanoemulsi dari ekstrak biji pala, kita bisa mendapatkan pengawetan alami yang lebih aman,” ungkapnya.
Baca juga:
Budayakan Gaya Hidup Sehat, Fapet UB Gelar Latihan Jalan Nordik

Penelitian ini menggunakan ekstrak biji pala yang memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba terhadap bakteri seperti Staphylococcus dan Escherichia coli. Nanoemulsi diformulasikan dengan metode Phase Inversion Temperature (PIT) menggunakan sistem minyak dalam air (o/w) dengan ukuran partikel lebih kecil (31,72-54,33 nm) dibandingkan mikroemulsi (245,81-632,93 nm), yang meningkatkan stabilitas dan aktivitas senyawa aktif.
Daging itik diberikan perlakuan semprot dengan kontrol, mikroemulsi (MEp 15% dan 20%), serta nanoemulsi (NEp 3% dan 5%), lalu disimpan pada suhu 4°C selama 21 hari. Analisis mencakup pH, kadar air, warna, tekstur, komposisi kimia (proksimat dan senyawa volatil dengan GC-MS), serta mikrobiologi (Total Plate Count dan analisis komunitas mikroba dengan Next-Generation Sequencing). Hasil GC-MS menunjukkan bahwa nanoemulsi mempertahankan profil aroma alami daging itik dengan senyawa volatil yang berkontribusi terhadap karakteristik aroma khasnya. Selain itu, nanoemulsi lebih efektif dalam memperlambat oksidasi lipid, menjaga stabilitas protein, dan mempertahankan warna alami.
Analisis mikrobiologi menunjukkan bahwa nanoemulsi menurunkan total mikroba selama penyimpanan 21 hari dari 6,07 x 10⁴ CFU/g menjadi 2,37 x 10⁴ CFU/g. Data sekuensing menunjukkan jumlah sekuens non-kimera akhir sebanyak 24.069 ASV, dengan peningkatan kelimpahan mikroba menguntungkan seperti Lactococcus hingga 42% lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Pergeseran mikroba ini menunjukkan modulasi komunitas mikroba yang mengurangi mikroba pembusuk dan mendukung dominasi mikroba menguntungkan.
Prof. Dr. Ir. Lilik Eka Radiati, MS., IPU, selaku promotor penelitian, menyampaikan bahwa temuan ini sangat inovatif dan berpotensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut. “Penelitian ini menunjukkan bahwa nanoemulsi ekstrak biji pala dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan antimikroba secara signifikan. Ini adalah terobosan yang luar biasa karena dapat menggantikan pengawet sintetis dengan bahan alami yang lebih aman dan diterima oleh masyarakat,” jelasnya.
Baca juga:
Gantikan Antibiotik, UB Feed Herbal jadi Produk Unggulan Fapet UB
Kebaruan dari penelitian ini terletak pada penerapan nanoemulsi ekstrak biji pala sebagai solusi pengawetan alami yang tidak hanya menekan pertumbuhan mikroba patogen, tetapi juga berkontribusi pada perubahan komunitas mikroba yang lebih stabil dan aman. Pendekatan ini mengombinasikan evaluasi kualitas fisikokimia, kimia, dan mikrobiologi dengan teknologi modern seperti GC-MS dan NGS, memberikan analisis mendalam terhadap mekanisme pengawetan nanoemulsi. Hasil penelitian ini menawarkan inovasi dalam industri pangan dengan metode pengawetan berbasis bahan alami yang ramah lingkungan, efektif, dan berpotensi diaplikasikan dalam produk daging lainnya. (nid)