Kanal24, Malang – Dr. Vinaricha Sucika Wiba, S.H., M.H., berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pengaturan Nebis In Idem di Pengadilan Tata Usaha Negara” dalam ujian akhir yang digelar pada Kamis (13/02/2025).
Dalam disertasinya, Vinaricha mengidentifikasi adanya kekosongan hukum terkait pengaturan nebis in idem di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Nebis in idem adalah asas hukum yang melarang seseorang dituntut dua kali atas perkara yang sama yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Latar belakang disertasi ini adalah masih terjadinya kekosongan hukum tentang pengaturan nebis in idem di PTUN,” ujar Vinaricha. “Hal ini menyebabkan gugatan yang berulang dan putusan yang tidak memiliki kepastian hukum.”

Vinaricha menjelaskan bahwa implementasi nebis in idem di PTUN belum jelas dan perlu segera diatur agar tidak terjadi lagi gugatan yang berulang. Ia berharap dengan adanya pengaturan yang jelas, masyarakat dapat merasakan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan.
Promotor disertasi, Prof. Dr. Sudarsono, S.H., M.H., mengapresiasi penelitian yang dilakukan Vinaricha. Menurutnya, topik yang diangkat sangat menarik karena menyangkut persoalan yang belum ada aturannya di lingkungan peradilan tata usaha negara.
“Ini adalah bidang yang masih belum ada aturannya di lingkungan peradilan tata usaha negara,” kata Sudarsono. “Oleh karena itu, disertasi ini sangat penting untuk mengisi kekosongan hukum yang ada.”
Sudarsono berharap disertasi ini dapat menjadi masukan bagi pembentukan aturan terkait nebis in idem di PTUN. Ia juga berharap agar Vinaricha dapat terus mengembangkan penelitiannya dan memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum di Indonesia.
Vinaricha dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa landasan yang mendasari peluang masuknya perkara berulang atau nebis in idem di PTUN ditengarai adanya celah dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-undang nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ia juga menemukan bahwa akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan orang atau badan hukum tetap dapat diajukan gugatan ke PTUN secara berulang. Oleh sebab itu, harus ada batasan nebis in idem di PTUN untuk mewujudkan kepastian hukum.
Untuk itu, Vinaricha mengusulkan adanya revisi dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Perubahan Kedua Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga berbunyi: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, selama objek dan subjek dari keputusan tersebut tidak pernah disengketan di pengadilan tata usaha Negara.”
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan hukum administrasi di Indonesia, khususnya terkait dengan pengaturan nebis in idem di PTUN. (nid/bel)