KANAL24, Malang – Setelah mengikuti fit and properties yang digelar Komisi II DPR RI, Rabu (16/2/2022). Tujuh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan lima anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI masa jabatan 2022-2027 sudah ditetapkan pada Kamis (17/2/2022) dini hari. Tujuh Komisioner KPU terpilih tersebut adalah Betty Epsilon Iddros, Hasyim Asy’ari, M Afifudin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, August Mellaz. Sementara anggota Bawaslu RI adalah Loly Suhenty, Puadi, Rahmad Bagja, Totok Hariyono, serta Herwyn Malonda.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Wawan Sobari Ph.D berharap para komisioner terpilih itu tidak mengulang kasus yang pernah menimpa eks anggota KPU, Wahyu Setiawan. Komisioner KPU dan Bawaslu yang baru diharapkan punya integritas moral dan profesionalisme serta tidak mengulang kasus yang pernah menimpa Wahyu Setiawan.
“Kasus Wahyu Setiawan jangan sampai terulang lagi. Penangkapan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan itu menunjukkan anggota KPU bisa diintervensi oleh partai politik. Maka faktor integritas moral menjadi hal yang sangat penting,” terangnya, Jumat (18/2/2022).
Wawan melanjutkan, tugas komisioner KPU dan Bawaslu periode mendatang lebih berat karena Pemilu 2024 berbeda daripada Pemilu sebelumnya. Hal ini karena di tahun yang sama akan dilakukan semua pemilihan. Meski ada jeda 8 bulan antara Pemilu dan Pilkada tapi ini sejarah pertama di Indonesia sejak 1955 dilaksanakan pemilihan multi level pada tahun yang sama. Sehingga, komisioner akan menanggung beban berat bukan hanya teknis tapi juga beban berat dalam hal kompetisi politik yang terjadi. Wawan mencontohkan Bawaslu membuat indeks kerawanan Pemilu tapi selama ini berlandaskan pada Pilpres atau Pilkada saja. Namun, kerawanan Pemilu multi level di tahun yang sama akan berbeda. Bawaslu harus membuat tambahan variabel untuk menghitung indeks kerawanannya
Dosen lulusan program Doktor Flinders University of South Australia ini mencontohkan anggaran yang diajukan untuk Pemilu 2024 sebesar 84 triliun. Baginya jumlah itu sangat besar dan sama dengan APBD Jatim selama 2 tahun. Selain itu, hal ini juga akan memunculkan resiko politik penyelenggaraan.
Meski anggota Komisioner KPU dan Bawaslu yang baru telah memiliki pengalaman baik di provinsi maupun nasional. Namun Wawan menganggap pengalaman saja tidak cukup sebab komisioner juga harus memiliki kecerdasan manajemen Pemilu. Faktor kecerdasan akademis juga penting, disamping ahli soal teknis. Sebab pada Pemilu 2024, situasi yang dihadapi tidak mudah karena juga jadi pertaruhan partai penguasa saat ini agar bisa kembali menang.
Meski beban Pemilu 2024 akan bertambah, namun alumni Magister Institute of Social Studies (ISS), Den Haag Belanda itu menilai jumlah komisioner tidak perlu ditambah. Sebab yang paling penting adalah sistem pendukungnya.
Wawan juga menyarankan Komisioner KPU dan Bawaslu harus memperhatikan kualitas pelayanan pada pemilik kedaulatan atau voters.
“Jangan sampai karena Pemilunya serentak kemudian kualitasnya menurun. Prinsip pelayanan publik pada pemilik harus menjadi prioritas,” pungkasnya. (Meg)