KANAL24, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan POJK Nomor 28/POJK.03/2019 tentang Sinergi Perbankan Dalam Satu Kepemilikan Untuk Pengembangan Perbankan Syariah. POJK ini sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi industri perbankan syariah melalui pengoptimalan sumber daya Bank Umum oleh Bank Umum Syariah (BUS) yang memiliki hubungan kepemilikan. Dengan begitu diharapkan pertumbuhan bank-bank syariah lebih ekspansif.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Teguh Supangkat, mengatakan dengan adanya aturan baru ini, maka OJK sudah mengeluarkan sebanyak 19 aturan untuk mendukung pengembangan perbankan atau unit usaha berbasis syariah. Melalui aturan ini Bank Umum Syariah (BUS) diizinkan memanfaatkan SDM dan infrastruktur teknologi yang dimiliki bank umum konvensional (BUK) selama masih berada dalam satu kepemilikan.
“Sinergi perbankan disini adalah kerja sama antara BUS dan Bank Umum yang memiliki hubungan kepemilikan melalui pengoptimalan sumber daya manusia, teknologi informasi dan jaringan kantor milik Bank Umum guna menunjang pelaksanaan kegiatan BUS yang memberikan nilai tambah bagi BUS dan Bank Umum,” kata Teguh dalam konferensi pers di komplek perkantoran Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Penerbitan POJK ini diharapkan meningkatkan daya saing BUS dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya serta memperluas akses layanan perbankan syariah bagi masyarakat yang belum mengenal atau yang belum mendapatkan layanan perbankan syariah (inklusi keuangan). Salah satu contoh kerjasama atau sinergi yang bisa dilakukan oleh BUS dan BUK yaitu penggunaan data center (DC) dan disaster recovery center (DRC) Bank Umum oleh BUS. Sedangkan sinergi di bidang jaringan kantor misalnya berupa pembukaan jaringan kantor BUS di alamat yang sama dengan jaringan kantor Bank Umum (co-location atau office sharing).
“Jadi sumber daya yang dimiliki bank umum ini nanti bisa digunakan bersama, saling bersinergi. Kita harap ini bisa meningkatkan daya saing BUS. Dan kita harapkan untuk perluas akses perbankan syariah bagi masyarakat,” sambung Teguh.
POJK ini, masih Teguh, dapat memperluas ruang kerja sama yang dapat dilakukan oleh BUS dan Bank Umum Konvensional ( BUK) yang memiliki hubungan kepemilikan, baik hubungan kepemilikan vertikal (sinergi antara induk dan anak perusahaan), hubungan kepemilikan horizontal (sinergi antara sister company), maupun gabungan keduanya. Bahkan dari aturan ini, memungkinan nasabah BUS dapat dilayani di jaringan kantor Bank Umum melalui kerja sama Layanan Syariah Bank Umum ( LSBU ).
Namun demikian, sinergi perbankan yang diatur dalam POJK ini tidak menghilangkan tanggung jawab BUS atas risiko dari kegiatan yang disinergikan dengan Bank Umum. Sinergi Perbankan yang diatur dalam POJK ini tidak termasuk penggunaan modal Bank Umum untuk perhitungan batas maksimum penyaluran dana ( BMPD ) BUS serta penggunaan manajemen Bank Umum (Direksi, Dewan Komisaris, DPS, komite yang wajib dibentuk oleh BUS, dan Pejabat Eksekutif) untuk merangkap jabatan sebagai manajemen BUS.
“BUS tetap bertanggung jawab atas risiko dari segala macam yang disinergikan, contohnya BUS melakukan kerjasama pemasaran maka BUS tetep harus tanggung jawab untuk tetap melaksanakannya dengan prinsip-prinsip syariah,” pungkas Teguh. (sdk)