KANAL24, Malang- Era digital tidak dipungkiri akan menyebabkan disrupsi salah satunya di bidang lapangan pekerjaan. Menurut studi dari Mc Kinsey pada tahun 2019 di Indonesia ekonomi digital akan menghilangkan 23 juta pekerjaan. Sisi positifnya akan muncul 46 juta pekerjaan baru yang berkaitan dengan ekonomi digital.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Devanto Shasta Pratomo, SE., M.Si., Ph.D dalam pidato pengukuhan guru besar ke 181 UB Rabu (18/12/2019). Namun dari berita baik tersebut menurut Devanto sudah memiliki empat PR yang perlu segera di sikapi.
“Kita sudah punya peluang, sehingga PR nya adalah bagaiamana memanfaatkan angkatan kerja yang banyak ini. Dari momentum bonus demografi, saya coba melihat bagaiamana tantangan ketenagakejaan kita saat ini. Pertama, dari sisi pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah. Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 50 atau 60 persen pendidikan angkatan kerja Indonesia dilevel SMP kebawah. Hanya saja, berita baiknya angkatan kerja usia muda jauh memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari rata-rata Angkatan kerja Indonesia,” terang Devanto.
Lanjutnya, yang kedua yakni kualitas pendidikan masih menunjukaan kualitas yang belum memadai dibandingkan dengan kualitas standar internasional. Berdasarkan data PISA (Program for International Student Assesment), hasilnya menunjukkan bahwa nilai PISA (matematika, membaca, dan sains) Indonesia berada di bawah negara-negara Asia yang lain. Jadi, secara kualitas kalau dibandingkan secara internasional Indonesia belum memadai. Ketiga, meskipun Pemerintah ternyata sudah berhasil menurunkan angka pengangguran dari 2 digit pada tahun 2005 dan sekarang stabil pada level 5-6 persen. Namun, angka pengangguran itu ternyata juga masih lebih tinggi dari negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia yang angka penganggurannya hanya 2-3 persen.
Keempat, angka pengguran tersebut mayoritas diisi oleh penduduk usia muda. Jadi, pendudukan usia muda atau fresh graduate level penganggurannya lebih dari 20 persen, bahkan jauh lebih tinggi dari negara tetangga. Ini anomali, penduduk usia muda memiliki tingkat pendidikan yang baik tetapi ternyata mereka menganggur. Jadi, pengangguran usia muda dan pengangguran terdidik sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain.
Untuk itu Devanto menyarankan perlunya semnagat kewirausahaan yang tinggi terutama di motori perguruan tinggi agar bisa memenuhi kriteria pekerjaan baru yang muncul akibat ekonomi digital. Selain itu dirinya juga menyarankan adanya perubahan kebijakan dibidang pendidikan.
“Yang paling penting adalah kebijakan pendidikan harus digiring pada penyediaan angkatan kerja yang ramah terhadap digital,” pungkas Devanto. (meg)