KANAL24, Malang – Millennial harus memanfaatkan fintech untuk kegiatan produktif bukan yang konsumtif. Pesan dari juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat, Sekar Putih Djarot pada OJK to Millenial hari ini (26/9/2019) di FEB Universitas Brawijaya.
“Ini upaya kita untuk sosialisasi dan mengedukasi mahasiswa mengenai layanan yang saat ini sedang berkembang adalah industri fintech (financial technology). Karena pengguna fintech secara statistik mayoritas berada di usia 19-34 tahun. Jadi, ini akan menjadi target market dari fintech itu sendiri,” papar Sekar.
Kaum millennial harus menggunakan secara bijak fintech lending atau yang biasa disebut di media adalah peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol). Saat ini, marak pinjol illegal dengan penagihan tidak beretika. OJK ingin agar konsumen ataupun masyarakat memahami bisnis model peer to peer itu, yang sangat berbeda dengan perbankan.
Perlu dipahami bahwa pinjaman online itu adalah hutang yang sifatnya harus dikembalikan di kemudian hari. Oleh karenanya, peminjaman harus sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jangan meminjam apabila untuk kebutuhan yang konsumtif, tetapi meminjam untuk kebutuhan produktif misalkan untuk mengembangkan usaha.Adanya fintech lending, pendanaan akses untuk mendapatkan pembiayaan akan jauh lebih mudah dibandingkan pergi ke bank.
Munculnya pinjol-pinjol illegal adalah pinjol yang tidak terdaftar dan berizin di OJK. Mereka yang tidak menjalankan bisnis secara kaidah-kaidah yang sudah diatur oleh OJK. Terdapat 127 penyelenggara fintech yang sudah terdaftar dan berizin di OJK.
“OJK sendiri bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) untuk menerapkan market conduct. Jadi, fintech ini yang sudah terdaftar dan berizin di OJK juga harus menjadi anggota dari asosiasi ini. OJK dan AFPI sendiri punya namanya code of conduct, buku panduan kode etik yang didalamnya ada cara penagihan beretika dan penetapan capping bunganya,” lanjutnya.
Untuk lembaga fintech yang berizin di OJK, terdapat aturan tidak boleh mengakses data nasabah selain, microphone dan loccation untuk kebutuhan IKYC (I Know Your Customer). Jadi, kalau ada fintech yang mengakses kontak atau segala macam tidak diperbolehkan dan kalau fintech tersebut dibawah pengawasan OJK, bisa dikenakan sanksi atau bahkan bisa dicabut izin usahanya jika memang terbukti melanggar aturan.
“Kami mengaharapkan, mahasiswa paham mengenai fintech. Selain itu, kami juga menyarankan untuk menjauhi yang namanya fintech illegal, hanya berinteraksi dengan fintech legal atau fintech yang berizin dan terdaftar di OJK,” pungkas Sekar.
Sebelum memulai interaksi dengan fintech, cek terlebih dahulu statusnya di website OJK di www.ojk.co.id atau dapat menghubungi layanan pelanggan 157. Mahasiswa juga diharapkan dapat menggunakan fintech secara optimal, untuk hal yang produktif di masa depan. Misalnya, untuk investasi atau memulai start up. Walaupun ini memberikan financial freedom, pemanfaatannya harus terukur. (meg)