A story about umbrella, survival, love and dedication to art.
Rasimun a.k.a Mbah Mun, 94 tahun, adalah sedikit atau bahkan mungkin satu satunya, pengrajin payung tradisional berbahan kertas yang masih bertahan di Malang saat ini. Dia mendedikasikan hampir seluruh hidupnya membuat payung.
Rasimun, yang tidak bisa baca dan tulis, mengenal payung sejak remaja. Dia belajar dan mahir membuat payung dari orang tuanya. Dulu kampungnya, Kalisari Malang, dikenal sebagai pusat penghasil payung kertas. Menurut Rasimun, orang tuanya belajar membuat payung dari para pendatang dari Sidoarjo yang terpaksa mengungsi saat terjadi Agresi Militer Belanda setelah kemerdekaan.
Tidak seluruh hidup Rasimun untuk payung. Meskipun telah mengenal dan mengandalkan payung kertas sebagai tumpuan hidupnya sejak remaja, dia pernah sejenak meninggalkan dunia payung. Pada suatu masa, saat bahan plastik hadir dan menguasai industri, orang-orang mulai meninggalkan payung kertas yang dianggap ketinggalan jaman. Saat itu payung kertas tak lagi mampu menyokong kebutuhan dapurnya dan Rasimun muda pun banting setir menjadi tukang becak. 15 tahun dia meninggalkan dunia payung dan mengayuh becak untuk menghidupi 7 anak dan istrinya.
Saat usia semakin tua, Rasimun tak kuasa melawan hukum alam dan menyerah. Dia tak lagi bertenaga dan mampu mengayuh becaknya. Cinta lama, membawanya kembali ke dunia payung kertas. Saat kembali payung kertas tak lagi fungsional tapi lebih estetik: orang-orang menggunakan payung kertas hanya sebagai asesoris, hiasan. Kini pesanan payung kertas lebih banyak untuk acara perayaan, bukan untuk dipakai sehari hari.
Mbah rasimun sedang mengerjakan payung kertas di bengkelnya (Lutfi Ashari)
Meskipun fungsinya telah bergeser, payung kertas adalah hidup Rasimun. Di sisa hidupnya, Mbah Mun kembali dan menunjukkan kesetiaannya kepada payung kertas. Rasimun menemukan nilai dan filsafat hidup dalam payung. “Membuat payung itu tidak sederhana. Sebuah payung adalah hasil dari 62 langkah. Mulai dari memotong kayu, pasang benang sampai mewarnai. Semua ada makna dan artinya. Dan semua itu bisa menjadi panduan dan cermin hidup”, katanya.
Mbah Mun kini mandhita di ‘padepokannya’ yang kecil dan mengajarkan seni membuat payung kertas kepada siapa saja yang tertarik.
Mbah Mun, pagi itu, aku menikmati percakapan denganmu. One of the best conversation I have in the month..
Lutfi Ashari, Penggemar Fotografi bekerja di USAID