Kanal24, Malang – Dalam menghadapi tantangan ekonomi modern yang semakin kompetitif, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dituntut untuk terus berinovasi, termasuk dalam hal pembiayaan. Hal inilah yang menjadi latar belakang riset dan gagasan akademik Prof. Dr. Dra. Nur Khusniyah Indrawati, M.Si., Guru Besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), yang akan dikukuhkan pada Selasa (14/10/2025) mendatang. Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Nur mengusung tema “Transformasi Pembiayaan UMKM Melalui Crowdfunding: Sebuah Model Optimasi Menuju Kinerja Superior.”
Gagasan ini menjadi refleksi mendalam atas kebutuhan dunia usaha untuk menemukan sumber pembiayaan alternatif yang berkelanjutan dan inklusif, khususnya bagi UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Baca juga:
Inovasi Kolagen Ikan Antar Dosen FPIK UB Raih Penghargaan ASEAN
Latar Belakang: Crowdfunding Sebagai Instrumen Pembiayaan Masa Depan
Dalam paparannya, Prof. Nur menjelaskan bahwa crowdfunding bukan sekadar mekanisme pengumpulan dana berbasis donasi, melainkan telah berevolusi menjadi sistem pembiayaan kolaboratif yang melibatkan berbagai aktor dalam ekosistem pentahelix — akademisi, pelaku bisnis, pemerintah, komunitas, dan media.
“Crowdfunding bisa menjadi alternatif pembiayaan yang efektif untuk UMKM. Tidak hanya menyediakan akses modal, tetapi juga memperkuat jejaring sosial dan edukasi finansial di antara para pelaku ekonomi,” tutur Prof. Nur.
Menurutnya, dalam konteks ekonomi digital, crowdfunding menjadi bagian dari transformasi struktural yang memungkinkan masyarakat luas untuk turut serta dalam mendukung kinerja ekonomi produktif. Melalui pendekatan ini, UMKM tidak lagi bergantung pada lembaga keuangan konvensional, melainkan dapat memperoleh pendanaan melalui partisipasi masyarakat dengan sistem yang lebih transparan dan berorientasi hasil (outcome-based funding).
Prof. Nur juga menyoroti bahwa pembiayaan berbasis crowdfunding memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, terutama bagi UMKM yang berada pada tahap seed dan early growth — dua fase penting dalam siklus bisnis yang sering kali terkendala oleh akses modal dan kepercayaan investor.
Proses dan Tantangan dalam Riset Pembiayaan UMKM
Perjalanan Prof. Nur dalam merumuskan model optimasi crowdfunding bukan tanpa tantangan. Ia harus memadukan konsep keuangan strategis dengan aspek sosial dan teknologi digital yang terus berkembang. “Salah satu tantangan utama adalah memastikan keberlanjutan model pembiayaan. Artinya, sistem harus mampu menciptakan nilai tambah, bukan hanya di sisi finansial, tetapi juga sosial dan edukatif,” ujarnya.
Dalam risetnya, Prof. Nur menekankan pentingnya sinergi lintas sektor. Akademisi berperan dalam menyediakan kerangka teori dan analisis kebijakan; pelaku bisnis berperan sebagai implementator di lapangan; pemerintah memberikan regulasi dan dukungan kebijakan; sedangkan komunitas dan media menjadi kanal penyebaran informasi serta edukasi publik.
Pendekatan berbasis pentahelix ini menjadi landasan kuat agar crowdfunding tidak hanya dipahami sebagai alat penggalangan dana, tetapi sebagai mekanisme pemberdayaan ekonomi yang terukur dan berdampak jangka panjang.
Prestasi dan Strategi: Mendorong UMKM Naik Kelas
Dalam kesempatan podcast “Bonsai On Podcast” yang dipandu oleh Mayang Ainani, Prof. Nur menuturkan bahwa tujuan utama setiap entitas bisnis, termasuk UMKM, adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik perusahaan melalui peningkatan nilai dan profitabilitas.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan strategi keuangan yang terarah, yang meliputi tiga keputusan penting: investasi, pembiayaan, dan dividen. “Dua keputusan pertama — investasi dan pembiayaan — sangat krusial bagi UMKM karena menentukan arah pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis mereka,” jelasnya.
Strategi yang diusulkan Prof. Nur melalui model crowdfunding ini berfokus pada optimalisasi pembiayaan berbasis digital dengan prinsip keadilan, transparansi, dan efisiensi. Dengan sistem ini, UMKM dapat mempresentasikan proyek atau produk mereka secara terbuka kepada publik, sehingga tercipta hubungan kepercayaan (trust-based economy) yang menjadi fondasi utama keberhasilan crowdfunding.
Selain itu, model ini diharapkan mampu menumbuhkan mentalitas wirausaha yang adaptif dan kolaboratif, di mana pelaku UMKM tidak hanya menjadi penerima dana, tetapi juga bagian aktif dari ekosistem inovasi yang saling menguatkan.
Rencana dan Harapan ke Depan
Menatap masa depan, Prof. Nur berharap model pembiayaan berbasis crowdfunding dapat diimplementasikan secara luas di Indonesia, terutama melalui kolaborasi antara universitas, pemerintah daerah, dan lembaga keuangan digital. “Saya ingin Universitas Brawijaya menjadi pusat kajian dan pengembangan pembiayaan UMKM yang adaptif terhadap perubahan zaman,” ungkapnya.
Baca juga:
Lenovo Ajak Mahasiswa UB Hadapi Era AI Kreatif
Ia juga menegaskan bahwa penguatan literasi keuangan digital menjadi kunci dalam mempercepat transformasi ini. Dengan edukasi yang tepat, pelaku UMKM akan semakin memahami risiko, potensi, serta mekanisme yang terlibat dalam sistem crowdfunding.
“UMKM bukan lagi sekadar pelaku ekonomi lokal, tetapi aktor penting dalam peta ekonomi global. Melalui crowdfunding, kita tidak hanya membantu mereka mendapatkan modal, tetapi juga membangun daya saing yang berkelanjutan,” tutup Prof. Nur dengan optimis.
Dengan gagasan inovatif tersebut, Prof. Dr. Dra. Nur Khusniyah Indrawati, M.Si. menghadirkan model pembiayaan yang tidak hanya menekankan aspek ekonomi, tetapi juga kolaborasi sosial dan keberlanjutan. Sebuah langkah nyata menuju kinerja superior UMKM Indonesia di era digital — menjadikan semangat gotong royong sebagai kekuatan baru dalam membangun kemandirian ekonomi bangsa. (nid)