KANAL24, Malang – Maraknya kasus bullying yang tengah terjadi di Indonesia, mendapat tanggapan dari Ilmuwan Psikologi UB, Sukma Nurmala, S.Psi., M.Si. kepada kanal24.co.id, Senin (17/2/2020) Sukma mengatakan perilaku bullying yang terjadi di sekolah, ada kemungkinan disebabkan karena adanya role model atau panutan yang dicontoh.
Seperti dalam konteks senioritas dan junioritas, bahwa junior itu harus patuh terhadap senior. Kemudian, bisa juga karena suksesnya perilaku bully yang dilakukan oleh seorang siswa, sehingga hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang terus-menerus dilakukan. Selain itu, ketidak berdayaan yang dimiliki oleh seorang siswa berpotensi menjadikannya sebagai sasaran empuk untuk menjadi target bully.
Upaya yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah diantaranya adalah mengoptimalkan peran guru konseling. Permasalahannya, guru BK (Bimbingan Konseling) dianggap momok yang menakutkan. Siswa yang dipanggil guru BK, besar kemungkinan orang tuanya juga akan dipanggil. Hal inilah yang harus diluruskan, sekolah dan guru BK sendiri perlu memberikan edukasi kepada para siswanya bahwa BK merupakan salah satu sarana untuk mendiskusikan suatu permasalahan yang dialami oleh siswa, sehingga kesan guru BK menjadi hangat dan menyenangkan.
Menumbuhkan sosok guru atau wali kelas sebagai orang tua di sekolah juga penting dilakukan. Kebanyakan siswa mereka tidak tahu harus bercerita kepada siapa jika mengalami bullying di sekolah. Peran wali kelas sangat penting, supaya siswa menyadari bahwa peran orang tua saat di sekolah adalah wali kelasnya sendiri. Bonding yang kuat antara wali kelas dan siswa memiliki peran penting di proses belajar mengajar.
“Kalau guru dan orang tua hanya bertemu pada saat pembagian rapor, hal ini harus segera diubah. Alangkah lebih baik, apabila tiap 1 bulan sekali guru dan orang tua mengadakan pertemuan atau diskusi seputar tumbuh kembang anaknya, serta membuka ruang diskusi terkait peraturan-peraturan dan sanksi yang diberlakukan oleh sekolah tersebut. Hal ini penting, supaya orang tua juga turut aware terhadap perkembangan anaknya dan bukan hanya melihat sebatas laporan penilaian mata pelajaran saja,” pungkas Sukma. (meg)