KANAL24, Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan APBN 2019 hingga Agustus lalu tercatat defisit sebesar Rp199,1 triliun. Angka defisit ini lebih tinggi 32,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 lalu yang mencapai angka defisit Rp150,5 triliun.
Sri Mulyani menambahkan defisit APBN ini terjadi tidak lepas dari kondisi ekonomi global yang cenderung menurun terutama di negara – negara mitra dagang Indonesia. Sebab dengan penurunan ekonomi global tersebut membuat penerimaan negara juga tertekan. Tercatat hingga periode tersebut penerimaan negara baik dari pajak atau pendapatan negara bukan pajak ( PNBP ) sebesar Rp1.189,3 triliun.
Dikatakan Sri Mulyani bahwa pendapatan negera tersebut memang mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,2 persen dimana pada saat itu mencapai Rp1.152,9 triliun. Menurutnya penerimaan negara tersebut setara 54,9 persen dari target pemerintah sebesar Rp2.165,1 triliun.
“Posisi APBN 2019 terjadi defisit Rp199,1 triliun, ini ada kenaikan defisit yang cukup besar yaitu 32 persen. Angka defisit ini setara 1,24 dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (24/9/2019).
Dari sisi belanja pemerintah, kata Sri Mulyani, hingga Agustus 2019 sebesar Rp1.388,3 triliun atau tuumbuh 6,5 persen dari tahun lalu sebesar Rp1.303,4 triliun. Belanja pemerintah ini terdiri dari belanja pemerintah pusat, transfer dana ke daerah dan dana desa. Besarnya belanja pemerintah dibandingkan penerimaan negara inilah yang membuat APBN terjadi defisit.
Sementara itu untuk pembiayaan anggaran, hingga periode tersebut sebesar Rp280,3 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 4,8 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp267,5 triliun. Dari semua catatan tersebut ditegaskan bahwa secara total kekurangan pembiayaan anggaran hingga Agustus 2019 mencapai Rp81,3 triliun.
“Ke depan kita akan hati-hati dalam mengelola APBN karena dari sisi penerimaan banyak penerimaan negara yang didapatkan dari sektor-sektor seperti industri, perdagangan dan lainnya mengalami pelemahan,” lanjutnya.
Mantan Petinggi Bank Dunia ini menambahkan bahwa pemerintah perlu mewaspadai sinyal negatif dari defisit anggaran tersebut. Ditegaskannya dari sisi penerimaan pajak dan juga bukan pajak secara umum mulai menunjukkan penurunan sejak bulan Juli 2019 kemarin khususnya dari sektor industri. Sebab selama ini sektor industri menjadi satu-satunya sektor penyumbang pajak terbesar dibandingkan sektor lainnya.
“Artinya di semester kedua ini kita harus berhati-hati agar bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Memang ada beberapa sektor industri yang tidak bisa lepas dari pengaruh global,” pungkas Sri Mulyani. (sdk)