KANAL24, Jakarta – Indonesia memiliki target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri), dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada 2030. Agar target tersebut tercapai, Indonesia membutuhkan investasi hijau sebesar USD365 miliar selama periode 2020-2030.
Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan ( PKSK ) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Adi Budiarso, mengatakan dari total kebutuhan investasi hijau USD365 miliar, yang bisa dipenuhi dengan investasi hijau dari pemerintah estimasinya hanya USD97 miliar. Sementara estimasi investasi hijau dari sektor swasta hanya USD120 miliar.
“Jadi ada gap pembiayaan untuk perubahan iklim dengan target NDC tahun 2030 sebesar USD148 miliar,” kata Adi dalam webinar BKPM Transisi ke Ekonomi Hijau, Kamis (6/1/2022).
Adi juga menjelaskan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyusun Roadmap NDC Mitigasi Indonesia pada 2020. Dalam roadmap tersebut, Indonesia diperkirakan harus menanggung biaya mitigasi perubahan iklim akumulatif dari 2020-2030 sebesar Rp3.779,63 triliun.
“Itu berarti rata-rata tiap tahun selama periode 2020-2030 membutuhkan biaya mitigasi Rp343,6 triliun,” ujar Adi.
Kebutuhan pendanaan mitigasi perubahan iklim per sektor terdiri dari kehutanan sebesar Rp93,28 triliun. Kebutuhan pendanaan paling besar di sektor energi dan transportasi sebesar Rp3.500 triliun. Selanjutnya sektor IPPU membutuhkan Rp0,92 triliun, dan limbah sekitar Rp181,40 triliun. “Terakhir sektor pertanian membutuhkan Rp4,04 triliun,” jelas Adi.
Untuk mengatasi gap pembiayaan perubahan iklim, pemerintah menempuh upaya memobilisasi sumber pendanaan perubahan iklim non- APBN secara optimal, baik domestik ataupun internasional.
“Pemerintah juga akan memberi fasilitas perpajakan dan cukai untuk menstimulus peran swasta dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik,” tutur Adi.(sdk)