KANAL24, Jakarta – Dimulainya proyek gasifikasi batubara menjadi Dimetil Eter (DME) di Sulawesi Tengah, Senin (24/1) menjadi bukti bahwa investasi asing di Indonesia tidak hanya terpaku pada satu atau dua negara saja. Proyek dengan nilai investasi USD15 miliar atau setara Rp210 triliun ini dipastikan akan terealisasi di Indonesia dimana investor utamanya adalah perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Air Product and Chemical Inc ( APCI ).
Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ), Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa selama ini publik sering menyoroti bahwa Indonesia sangat mengandalkan investasi dari China atau dari Korea Selatan. Hal itu karena realisasi investasi dari dua negara tersebut memang menjadi top three. Namun dengan realisasi investasi pada proyek hilirisasi batubara ini menjadi bukti bahwa dominasi investasi di Indonesia tak hanya dari China dan Korea Selatan.
“Jadi nggak benar kalau pemahaman di negara ini hanya fokus investasi dari satu negara, kita pastikan ada perimbangan. Ini (investasi) dari AS yang terbesar kedua setelah Freeport di tahun ini,” kata Bahlil dalam sambutannya pada acara groundbreaking proyek hilirisasi batubara secara virtual, Senin (24/1/2022).
Diketahui proyek hilirisasi batu bara ini nantinya akan melibatkan PT Pertamina (Persero), PT Bukit AsamTbk (PTBA) dan Air Products and Chemicals Inc. Adapun total investasi sejak konstruksi hingga produksi diperkirakan mencapai Rp210 triliun dengan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 12.000 orang.
“Lapangan kerja (hampir) semua dari Indonesia 95 persen dari Indonesia yang 5 persen itu hanya masa konstruksi (dari asing). Kemudian pada masa produksinya nanti akan dilibatkan PTBA dan juga Pertamina,” sambung Bahlil.
Bahlil menambahkan bahwa proyek hilirisasi tersebut akan memberikan manfaat yang besar bagi negara. Dipastikan ketergantungan impor terhadap LPG akan semakin berkurang. Dengan begitu beban subsidi untuk energi dari APBN juga akan semakin menciut.
“Yang penting adalah hasil output gasifikasi adalah kurangi impor kita. Dalam hitungan kami setiap hilirisasi 1 juta ton (batubara ke DME) ada efisiensi kurang lebih Rp6 – Rp7 triliun, jadi nggak ada alasan lagi untuk kita tidak mendukung hilirisasi,” pungkas dia.(sdk)