KANAL24, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masuk di zona positif pada Q2 dan Q3 tahun 2021 tidak terlepas dari peran salah satu komoditas pertanian yaitu Kelapa Sawit yang berkontribusi mencapai 15,6% dari total ekspor non-migas dan menyumbang sekitar 3,5% terhadap PDB nasional.
Untuk itu, industri yang mempekerjakan 16,2 juta pekerja ini perlu terus didukung dengan penelitian dan pengembangan agar memiliki daya saing sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Peran riset dan pengembangan serta pemanfaatan teknologi menjadi sangat penting dalam meningkatkan bargaining position negara,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Pekan Riset Sawit Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) secara virtual, Rabu (17/11/2021).
Airlangga menegaskan bahwa riset dari industri sawit diharapkan menitikberatkan pada tiga pilar utama.
Pertama, aspek penguatan, aspek pengembangan, dan aspek peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang bersinergi baik dari hulu maupun hilir. Kedua, yang terkait dengan konsolidasi data, produktivitas, peningkatan kapasitas maupun teknologi di pabrik kelapa sawit, dan tentunya pemberdayaan petani sawit. Ketiga, pengembangan domestik market dengan penggunaan bahan bakar nabati, dan riset di bidang pengembangan biodisel 100 dan avtur.
“Riset ini harus terus dilakukan agar produk sawit bisa terus memberikan nilai tambah, dan hilirnya juga perlu ditingkatkan. Industri sawit ini selain mendorong kemandirian energi, mengurangi emisi gas, juga mengurangi impor solar atau diesel sebesar Rp38 triliun rupiah di tahun 2020, sedangkan tahun ini dengan adanya program B30 diperkirakan terjadi penghematan devisa sebesar Rp56 triliun,” ungkap Airlangga.
Program mandatori Biodiesel B30 juga mendorong stabilitas harga sawit dan membuat sawit masuk dalam supercycle dengan harga sebesar USD1,283 per ton. Selain itu, sawit juga memberikan nilai tukar kepada petani dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang juga relatif paling tinggi selama periode ini, yaitu antara Rp2.800 sampai Rp3.000 rupiah per TBS.
Menko Airlangga mengharapkan adanya proses perbaikan yang terus-menerus terutama dari hulu mulai dari perbaikan benih/varietas, pupuk, alat mesin, kultur budidaya, cara-cara teknik panen, sampai dengan hilir berupa pengembangan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, memperluas pasar, serta memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Terkait dengan situasi kebun sawit, saat ini kepemilikan masyarakat masih sebesar 41%. Oleh karena itu smallholders perlu diberikan dukungan terutama menghadapi isu perubahan iklim dan juga isu terkait dengan hasil kebun rakyat yang selama ini lebih rendah daripada kebun yang dimiliki oleh swasta maupun BUMN. (sdk)