Mungkin kita pernah melakukan suatu kesalahan, kemaksiatan atau mungkin kita pernah kehilangan amalan rutin dari suatu kebaikan sementara saat itu kita sedang berada dalam curahan nikmatnya. Mungkin kehilangan amalan rutin itu suatu hal yang sederhana bagi sebagian oranf, namun tapi tidak bagi mereka yang telah menetapkan pada dirinya untuk mengambil suatu jalan keistiqomahan, maka kehilangan amalan rutin walau hanya sehari adalah sebuah kehilangan besar dan suatu musibah besar. Karena keistiqomahan suatu amalan ibarat menjejakkan langkah agar ada bekas yang ditinggalkan dalam membuat suatu jalan agar jalan itu dapat dilaluinya dan bermanfaat bagi yang lain. Misalkan rutin dengan shalat malam, dzikir pagi dan petang, sedekah harian, baca alquran dan sebagainya.
Disaat kehilangan amalan rutin dan dia merasa nyaman atas peristiwa itu namun Allah swt masih saja mencurahkan banyak nikmatnya, maka bisa jadi ini adalah salah satu bentuk istidraj yang sedang ditimpakan pada dirinya. Namun apabila segera tersadar dan kemudian segera kembali, maka itulah tanda akan kasih sayang Allah agar dirinya tidak terus melangkah terlalu jauh dalam kesalahan dan kelalaian.
Rasulallah s.a.w bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
_“Apabila kamu melihat Allah memberikan kepada seorang hambaNya di dunia ini apa yang hamba itu suka atau inginkan, sedangkan hambaNya itu selalu berbuat kemaksiatan, maka itulah ISTIDRAJ“._
Pada sebagian orang akan menganggap bahwa kelalaian adalah hal biasa, padahal hal itu adalah bagian dari suatu kemaksiatan. Lalai dalam melakukan kebaikan, lalai dalam menjalankan amaliah keistiqomahan adalah sebuah kemaksiatan juga. Apabila seseorang terus menjerumuskan diri dalam kelalaian sementara saat diingatkan oleh Allah swt masih saja belum mau merubah diri, namun Allah terus saja memberikan nikmatnya maka ketahuilah bahwa hal demikian bisa jadi sedang diistidraj oleh Allah swt. Sebagaimana dalam FirmanNya :
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذۡنَٰهُم بَغۡتَةٗ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ
_Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa. (QS. Al-An’am, Ayat 44)_
Alangkah bahagianya jika saat melakukan kesalahan, Allah swt segera mengingatkan. Dan atas peringatan dari Allah itu segera melakukan perubahan untuk kembali ke jalan yang benar. Karena memang demikianlah seharusnya seorang yang ingin meniti jalan kebaikan segera kembali ke jalan Allah disaat dirinya terpeleset dan keluar dari jalan lurus. Untuk itu pantaslah setiap muslim selalu diajarkan oleh Allah swt untuk terus menyampaikan komitmen harap dalam solatnya dengan kalimat ihdinash shiraatal mustaqim, yaitu jalan islam, jalan petunjuk dan jalan kebaikan tatkala dirinya dalam perjalanan kesehariannya terhempas dan terpeleset dari jalan lurus itu maka segeralah minta padaNya untuk kembali. Benarlah bahwa shalat lima waktu itu adalah membersihkan noda-noda yang melekat dalam diri. Ibarat ada sungai di depan rumah kita yang setiap harinya kita mandi untuk membersihkan diri. Lalu masih adakah kotoran yang melekat ?
Saudaraku, jika diri kita sedang menikmati serangkaian nikmat lalu dilupakan oleh Allah atas jalan kebaikan atau amaliah keistiqomahan maka segeralah kita kembali ke jalanNya seraya memperbanyak meminta ampun dan berisitighfar kepadanya sebagai ganti rugi atas kelalaian dan kesalahan diri kita itu (misalkan baca istighfar 1000 kali), agar semoga kenikmatan yang Allah swt berikan pada diri kita saat lalai itu tidak menjadi istidraj bagi diri kita.
Hanya jiwa yang segera bersadar diri untuk kembali di jalanNya itulah jiwa yang terselamatkan dari elu-elu (istidraj) Allah swt sehingga tidak menjadi kehancuran yang lebih besar pada diri kita. Kesusahan yang sejati bukanlah sebab atas hilangnya harta duniawi yang kita miliki, namun kesusahan dan kesedihan yang sesungguhnya adalah manakala amal kebaikan yang diistiqomahi itu hilang sirna dan lepas dari genggaman.
Semoga Allah menyelamatkan diri kita dan semoga Allah selalu mengingatkan kita disaat melakukan kesalahan dan kelalaian dan semoga diri kita dapat segera ke jalan kebaikan saat diingatkan olehNya. Semoga Allah memberikan jalan keistiqomahan dan kebaikan pada diri kita dan semoga Allah meridhoi kita. Aamiiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh Dosen Fisip UB Malang dan Penulis Produktif