Islam sebagai suatu jalan hidup yang sangat sempurna mengatur seluruh aspek interaksi kehidupan manusia. Aturan islam diperuntukkan bagi ummat manusia agar dapat menjalani kehidupan yang harmonis sejahtera dan penuh kebahagiaan. Islam memberikan arahan tentang bagaimana pola hubungan komunikasi dalam kehidupan keluarga dengan cara yang indah penuh sikap saling menghormati dan menghargai. Orang tua yang telah menjadi jalan (washilah) bagi seorang anak hingga dirinya dapat hidup dengan senpurna dan layak dalam kehidupan dianjurkan untuk saling menghormati. Allah memerintahkan bagi setiap orang tua untuk memperlakukan amanah anak dengan penuh tanggung jawab, perhatian dan kepedulian. Islam memberikan tanggung jawab kepada orang tua bagi anaknya untuk memberikan nama yang baik, mengajarinya alquran serta menikahkan jika telah menemukan jodohnya. Sebagaimana sabda Nabi :
مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: أَنْ يُحْسِنَ اِسْمَهُ إِذَا وُلِدَ، وَيُعَلِّمَهُ الْكِتَابَ إِذَا عَقَلَ، وَيُزَوِّجَهُ إِذَا أَدْرَكَ.
“Hak anak atas orang tuanya ada tiga: diberikan nama yang baik ketika lahir, diajarkan al-Quran ketika sudah berakal ( tamyiz) dan menikahkanya ketika sudah menemukan.”
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,
أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك
“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”
Jika orang tua bertanggungjawab memberikan pengajaran kepada anak , maka sebaliknya seorang anak berkewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Perintah berbakti pada orang tua adalah perintah utama bagi setiap insan. Berbakti berarti bersedia tunduk patuh, menghormati dan memuliakan orang tua. Bahkan jika orang tuanya adalah seorang yang dhalim sekalipun maka seorang anak tetap wajib berbakti pada orang tua selama orang tua tidak mengajaknya pada kemaksiatan. Sebagaimana Nabi Ibrahim tetap berinteraksi dengan cara yang kepada pamannya (yang membesarkannya) sekalipun dia berbuat dhalim. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَمَا كَانَ ٱسۡتِغۡفَارُ إِبۡرَٰهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَن مَّوۡعِدَةٖ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥٓ أَنَّهُۥ عَدُوّٞ لِّلَّهِ تَبَرَّأَ مِنۡهُۚ إِنَّ إِبۡرَٰهِيمَ لَأَوَّٰهٌ حَلِيمٞ
Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS At-Taubah : 114)
Bahkan sekalipun orang tua berbuat dhalim atas dirinya maka tetaplah menjadi sebuah kewajiban bagi seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya. Sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ لَهُ وَالِدَانِ مُسْلِمَانِ يُصْبِحُ إِلَيْهِمَا مُحْتَسِباً ، إِلَّا فَتَحَ لَهُ اللهُ بَابَيْنِ – يَعْنِي : مِنَ اْلَجَّنةِ – وَإِنْ كَانَ وَاحِدًا فَوَاحِدٌ ، وَإِنْ أَغْضَبَ أَحَدُهُمَا لَمْ يَرْضَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ ، قِيْلَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ ؟ قَالَ : وَإِنْ ظَلَمَاهُ
“Tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang mempunyai kedua orang tua beragama Islam yang berbakti kepada mereka berdua dengan mengharap pahala (dari Allah) melainkan Allah akan membukakan dua pintu –maksudnya pintu Surga- untuknya. Jika tinggal salah satu dari keduanya yang masih hidup, maka yang akan dibukakan adalah satu pintu. Jika dia menjadikan salah satu di antaranya marah, Allah tidak akan ridha (kepadanya) hingga orang tuanya ridha kepadanya.“ Lalu ada yang bertanya, “Meskipun kedua (orang tua)nya itu menzaliminya?” Ibnu Abbas menjawab, “Meskipun keduanya menzaliminya,” (HR. Bukhari).
Dalam realitasnya, seorang anak jika sudah merasa dewasa cenderung ingin menunjukkan eksistensi dirinya dengan berlepas diri dari orang tua dan tidak sedikit yang berani bersikap kasar dihadapan orang tuanya. Baik melalui ucapan maupun tindakan. Semisal membentak, meremehkan, bersikap cuek dan ketus kepada orang tua. Semua tindakan ini amatlah dilarang oleh Islam karena hal demikian dapat mengakibatkan sakit hati orang tua. Islam mengajarkan agar seorang anak dalam keadaan apapun orang tuanya haruslah tetap menghormati dan berakhlaq yang mulia kepadanya. Allah berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (QS. Al-Isra’ : 23)
Sikap cuek, ketus, bermuka masam, cemberut, membentak dan bersuara keras, memandang sinis orang tua, malu menyebut mereka sebagai orang tuanya atau sikap yang lebih dari pada itu bahkan mengungkapkan perkataan yang buruk dan menyakitkan dari seorang anak kepada orang tua adalah termasuk dosa besar. Jika mengatakan kata “ah” saja sudah dianggap berdosa maka tentu kata yang lebih kasar dari itu terhadap orang tua tentu amatlah berdosa.
Seseorang mungkin pandai bergaul dengan orang lain, tampak akrab dan bahagia disaat berkumpul dengan orang lain, riang gembira, suka tersenyum, dan berwajah ceria bersama teman-temannya. Namun ketika di rumah bersama orang tuanya, dia berbalik menjadi orang yang kaku dan keras, cemberut, berwajah masam dan berbicara kasar. Alangkah rugi (di dunia) dan celaka (di akhirat) orang yang seperti ini. Padahal seharusnya orang yang dekat itu (terlebih orang tua) lebih berhak terhadap kebaikan dirinya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengannya.
Dikisahkan pada masa Rasulullah saw terdapat seorang ahli ibadah bernama Alqomah, namun disaat akhir hayatnya dia mengalami sakit yang amat dahsyat hingga tidak mampu mengucapkan kalimat syahadat. Setelah dilaporkan oleh para sahabat kepada Rasulullah dan dilakukan pendalaman informasi ternyata semasa hidupnya Alqamah pernah menyakiti hati ibundanya yaitu lebih mengutamakan istrinya daripada ibundanya dan berbuat durhaka kepadanya, hingga sang ibu marah dan tidak ridho kepadanya. Disaat Rasulullah hendak membakarnya akhirnya sang ibu meridhoinya hingga Alqamah bisa mengucapkan kalimat syahadat lalu meninggal dunia.
Sebagaimana diriwayatkan dari Yazid bin Harun berkata, telah menceritakan kepada kami Fa’id bin Abdur Rahman berkata, saya mendengar Abdullah bin Abu Aufa berkata, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, di sini ada seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, dia disuruh untuk mengucapkan syahadat namun tidak bisa mengucapkannya.” Maka, Rasulullah bertanya, “Bukankah dia mengatakannya selama hidupnya?” Dijawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah kembali bertanya, “Lalu apa yang menghalanginya untuk mengucapkan syahadat saat akan mati?” … Lalu selanjutnya diceritakan tentang kisah pemuda itu yang durhaka kepada ibunya dan keinginan Rasulullah untuk membakarnya yang akhirnya ibunya meridhainya dan diapun bisa mengucapkan syahadat lalu meninggal dunia, dan akhirnya Rasulullah bersabda, “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari api Neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Penentangan atau sikap membantah pada orang tua baik dengan ucapan ataupun tindakan adalah tindakan yang dapat menghinakan seseorang baik di kehidupan dunia dan kelak di akhirat. Karena itu berinteraksi dengan orang tua haruslah dilandasi dengan sikap penghormatan guna memuliakannya. Keberadaan orang tua adalah pelita dalam gelap bagi seorang anak. Siapapun yang menyepelekannya berarti dia telah memadamkan cahaya pelita penunjuk yang membuatnya berjalan di lorong gelap yang menyesakkan dan mencederai. Karena itu jagalah pelita itu, biarlah terus bersinar terang agar jalan yang akan dilalui tampak cemerlang hingga ujung tujuan perjalanan.
Semoga Allah swt mengampuni dosa dan selalu membimbing diri kita di jalanNya melalui kebaktian yang sempurna kepada kedua orang tua. Aamiin…