Kebenaran itu telah jelas dan kebathilan pun telah jelas. Kebenaran adalah cahaya sementara kedhaliman adalah kegelapan. Bagaimana mungkin cahaya dapat bersatu dengan gelap ? Bagaimana mungkin air dapat bersatu dengan minyak. Disaat cahaya bersatu dengan gelap maka jadilah remang-remang yang mengaburkan cahaya. Demikianlah pengibaratan manakala kebenaran dicampur adukkan dengan kebathilan.
Kebenaran adalah sesuatu yang datangnya dari Allah swt sementara kebathilan berasal dari syetan yang durhaka kepada Allah swt. Seluruh nilai-nilai ajaran Islam adalah suatu kebenaran yang tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya. Karena bersumber dari Allah swt sang penguasa kehidupan, dibawa oleh malaikat jibril sang pembawa wahyu yang terpercaya dan disampaikan oleh Rasulullah Muhammad saw yang sangat terpercaya, terjaga dari kesalahan (ma’shum) serta ummiy (tidak bisa baca tulis, sehingga tingkat kredibilitas pesan yang disampaikannya menjadi amat sangat layak dipercaya.
Sementara kedhaliman adalah bermuara dari syetan yang telah durhaka menentang kebenaran dari Allah dan telah bersumpah untuk terus menerus menganggu dan menggoda manusia (anak cucu Adam) melalui potensi hawa nafsunya yang cenderung mengikuti suara keburukan untuk termanifestasikan dalam perilaku menyimpang keseharian dan menularkannya pada orang lain sehingga menjadikan dirinya dan realitas sekitarnya berada dalam keburukan dan jalan kesesatan yang jauh dari nilai-nilai kebenaran sebagaimana yang telah ditetapkan dalam aturan Allah swt.
Kebenaran atau al haq adalah fitrah kemanusiaan yang mengarahkan pada ketinggian puncak derajat, sementara kedhaliman adalah penghancur kredibilitas diri yang dapat menjungkalkan manusia pada lembah terendah dari kenistaan. Fitrah manusia adalah mengikuti setiap perintah kebenaran Tuhan karena setiap manusia memiliki naluri beragama (gharizah at tadayyun) yang mendorong pada ketaatan dan ketundukan. Sementara kedhaliman adalah musuh utama kebenaran yang setiap jiwa (sejatinya) menolaknya. Namun karena dorongan syetan dan iblis maka manusia tertipu dan terperdaya (talbis) dan mengikutinya.
Aturan Allah swt yang terangkum dalam alquran dan sunnah nabi memberikan arahan dan pedoman tentang bagaimana seseorang bersikap dan berinteraksi. Berdasarkan pedoman tersebut manusia akan mampu menempuh jalan kebahagiaan sementara penolakan atas aturan adalah keikhlasan untuk tersesat menuju jalan kehancuran. Karena itu Islam sangat melarang ummatnya untuk melakukan tindakan yang mencampuradukkan antara kebenaran (al haq) dengan kebathilan (al bathil). Sebagaimana dalam Firman Allah swt :
وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah : 42)
Sikap mencampuradukkan (mukhalathah) antara kebenaran dan kedhaliman adalah suatu tindakan kemunafikan yang menempatkan diri manusia dalam posisi yang tidak jelas dan mengaburkan. Sikap ini akan sangat membahayakan dirinya bahkan pula orang lain, ibarat seorang yang berkendara dalam keadaan rabun atau dalam suasana remang-remang (antara terang dan gelap) maka pastilah akan membahayakan setiap orang yang melintas dan berakibat kecelakaan fatal. Mencampur adukkan kebenaran dan kebathilan adalah bentuk lain dari kemunafikan dan hal demikian tergolong dalam sebuah kedhaliman.
Mencampuradukkan antara iman dan kufur, antara percaya kepada Allah dan percaya pada selain Allah, antara konsepsi ajaran agama yang lurus (islam yang hanif) dengan yang bengkok (penuh penyelewengan), tentu sikap ini merusak kemurnian agama dan konsepsi yang lurus tadi. Disaat Islam meyakini bahwa hanyalah konsepsi agama Islam-lah yang diridhoi oleh Allah, lalu dicampuradukkan dengan konsep semua agama sama, maka tentu hal ini merupakan sebuah tindakan yang ambigu dan akan melahirkan pikiran yang kacau (fallacy). Sehingga mereka mengucapkan salam dengan menyebut beragam macam salam dari berbagai agama dalam satu ucapan sekali salam, padahal setiap kalimat ucapan salam adalah doa yang dilandasi oleh keyakinan yang berbeda. Demikian pula mereka rela melakukan doa bersama dengan meminta pada Tuhan yang berbeda keyakinan namun dalam satu situasi yang bersamaan. Dan mereka kemudian menyebutnya dengan toleransi. Sementara toleransi, sejatinya adalah sikap menghargai keyakinan yang berbeda dengan tidak mengorbankan dan mencampuradukkan keyakinan yang ada pada dirinya.
Manakala kebenaran (cahaya) dicampuradukkan dengan kebathilan (kegelapan) maka dapatlah dipastikan bahwa kebathilanlah yang akan menang dan menguasainya. Ingatkah kita akan filosofi rumus matematika dasar tentang perkalian antara positif dan minus (negatif). Kebenaran (al haq) ibarat simbol positif, sementara kebathilan adalah negatif. Sehingga apabila positif (+) dikalikan dengan negatif (-) maka yang menang adalah negatif. Disaat kebenaran islam dicampuradukkan dengan kebathilan yang bersumber dari konsep diluar Islam, maka dapat dipastikan bahwa konsep Islam akan kehilangan keagungan dan kemuliaannya serta seorang muslim yang terpapar demikian akan kehilangan jati dirinya.
Mencampuradukkan kebenaran dan kebathilan dikategorikan dengan tindakan kebohongan, yaitu disebabkan seseorang sejatinya telah mengetahui bahwa tersebut adalah suatu kebenaran namun masih saja menutup mata dan mengkaburkannya dengan ketidakbenaran atau kedhaliman. Tindakan demikian dianggap sama dengan menyembunyikan kebenaran. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah swt dalam QS 2 – Al Baqarah ayat 42 tersebut diatas.
Islam mengajarkan loyalitas yang utuh atas ajaran agama (kaffah) dan tidak mencampuradukkannya dengan konsep lainnya sebab agama ini telah sempurna dalam mengatur seluruh aspek kebutuhan hidup manusia. Manakala masih mencampuradukkan ide, pemikiran dengan konsep lainnya maka sejatinya hal demikian menyiratkan bahwa mereka tidak percaya atas kesempurnaan islam. Seorang muslim yang tidak percaya atas sebagian saja ajaran Islam dan mengganggapnya ada sesuatu yang kurang maka hal itu sama dengan tidak mempercayai keseluruhannya. Karena semua ajaran Islam adalah satu kesatuan yang utuh. Ketidakpercayaan pada sebagian menandakan adanya penyakit di dalam hati seseorang.
Islam membutuhkan ketegasan dalam ranah keyakinan dan peribadatan, bahkan tidak ada toleransi pada dua persoalan ini. Toleransi hanyalah berada dalam ranah muamalah. Hal demikian dicontohkan dalam sebuah kisah disaat nabi mendapatkan tawaran dari orang kafir untuk bertoleransi dalam keyakinan dan peribadatan. Sebagaimana ditulis dalam tafsir al Baghawi disaat menjelaskan tentang asbabun nuzul surat al Kafirun.
نَزَلَتْ فِي رَهْطٍ مِنْ قُرَيْشٍ مِنْهُمُ: الْحَارِثُ بْنُ قَيْسٍ السَّهْمِيُّ، وَالْعَاصُ بْنُ وَائِلٍ، وَالْوَلِيدُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، [وَالْأَسْوَدُ] بْنُ عَبْدِ يَغُوثَ، وَالْأَسْوَدُ بْنُ الْمَطْلَبِ بن أسد، ٢٠٢/ب وَأُمِّيَّةُ بْنُ خَلَفٍ، قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ [هَلُمَّ فَاتَّبِعْ] دِينَنَا وَنَتَّبِعُ دِينَكَ وَنُشْرِكُكَ فِي أَمْرِنَا كُلِّهِ، تَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً وَنَعْبُدُ إِلَهَكَ سَنَةً، فَإِنْ كَانَ الَّذِي جِئْتَ بِهِ خَيْرًا كُنَّا قَدْ شَرَكْنَاكَ فِيهِ وَأَخَذْنَا حَظَّنَا مِنْهُ، وَإِنْ كَانَ الَّذِي بِأَيْدِينَا خَيْرًا كُنْتَ قَدْ شَرَكْتَنَا فِي أَمْرِنَا وَأَخَذْتَ بِحَظِّكَ مِنْهُ، فَقَالَ: مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ أُشْرِكَ بِهِ غَيْرَهُ، قَالُوا: فَاسْتَلِمْ بَعْضَ آلِهَتِنَا نُصَدِّقُكَ وَنَعْبُدُ إِلَهَكَ، فَقَالَ: حَتَّى أَنْظُرَ مَا يَأْتِي مِنْ عِنْدِ رَبِّي، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: “قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ” إِلَى آخَرِ السُّورَةِ، فَغَدَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِلَى الْمَسْجِدِ الحرام وفيه الملاء مِنْ قُرَيْشٍ، فَقَامَ عَلَى رُءُوسِهِمْ ثُمَّ قَرَأَهَا عَلَيْهِمْ حَتَّى فَرَغَ مِنَ السُّورَةِ، فَأَيِسُوا مِنْهُ عِنْدَ ذَلِكَ وَآذَوْهُ وَأَصْحَابَهُ .
Turun surat (alkafirun) ini dalam menjelaskan tentang beberapa tokoh Quraiys, diantaranya: al Harits bin Qais assahmy, Ash bin wail, walid bin mughirah, Aswad bin abdil waghuts, Aswad bin Mutahlib bin Asad, dan ummiyah bin khalaf, mereka berkata: “Wahai Muhammad (kemari, mari ikut) agama kami dan kami akan ikut agamamu dan kita bersekutu dalam beberapa urusan Engkau sembah Tuhan kami selama satu tahun, maka kami akan mengikuti agamamu (dalam kurun waktu) satu tahun pula”. jika engkau membawa kebaikan maka itu pula untuk kami karena kita telah bersekutu dan kami akan mengambil keberuntungan darinya sebaliknya jika ada kebaikan pada ajaran kami maka kamu pun juga harus demikian kemudian Rasulullah bersabda Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan Nya dengan yang selainnya”. mereka menjawab : ” Terimalah Tuhan kami maka kami akan membenarkan dan beribadah kepada Tuhanmu pula. Rasulullah menjawab : “Tunggu, saya sedang menunggu petunjuk wahyu dari Tuhan ku”. Maka turunlah ayat: “Katakanlah wahai orang-orang kafir (al kaafirun)… hingga akhir”. Maka keesokan harinya Rasulullah menuju Masjidil Haram dan bertemu dengan orang-orang Quraisy kemudian menyampaikan kepada mereka dan membacakannya surat al-kafirun itu maka orang Quraisy putus asa hingga setelah itu mereka terus menyakiti nabi dan para sahabatnya.
Kisah ini menegaskan bahwa keyakinan haruslah dipertahankan dengan kuat dan tidak boleh dicampuradukkan dengan apapun alasan argumentasinya untuk melakukan tawar menawar keyakinan dan peribadatan. Hal ini menegaskan bahwa Islam tidak memberikan sedikitpun ruang toleransi dalam urusan keyakinan dan peribadatan, apapun bentuk dan jenis bargaining-nya. Karena keyakinan Islam adalah keyakinan yang lurus tanpa bengkok, tentu tidak mungkin bermukhalathah atau dicampuradukkan dengan kebathilan dan kedhaliman. Disinilah pentingnya konsistensi dalam keyakinan dan larangan berlaku inkosistensi, serta menegaskan makna toleransi yang sesungguhnya, yaitu keteguhan atas keyakinan dan tidak mencampuradukkan dengan keyakinan lainnya.
Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh kalangan liberal dengan bertoleransi atas keyakinan yang berbeda dan mencampuradukkannya adalah bentuk sinkritisme berpikir dan bertindak yang dicela dalam agama. Semoga Allah swt melindungi diri kita dari kekacauan berpikir dan membimbingnya untuk terus berada di jalan yang lurus yaitu Islam. Aamiiin