Kanal24, Malang – Awal masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, ditandai dengan langkah besar dalam posisi politik luar negeri Indonesia, yakni resmi menjadi anggota BRICS. Pengumuman ini disampaikan oleh Pemerintah Brasil pada Senin (6/1/2025). Sebagai ketua BRICS tahun 2025, Brasil menyatakan bahwa seluruh anggota blok ekonomi tersebut telah menyetujui keanggotaan Indonesia secara konsensus dalam perluasan yang telah dibahas pada pertemuan BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, 2023 lalu.
Menanggapi hal ini, pengamat politik luar negeri Universitas Brawijaya (UB), Adhi Cahya Fahadayna, S.Hub.Int., M.S., mengungkapkan bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS tidak berbeda jauh dengan keanggotaan Indonesia dalam institusi transregional lainnya seperti ASEAN dan G20.
Baca juga : Indonesia Resmi Anggota BRICS: Peran Strategis Hadapi Tantangan Global
“BRICS ini berfokus pada penguatan pengaruh negara berkembang di dunia, tetapi sejauh ini dampak keanggotaan Indonesia di ASEAN dan G20 terhadap perekonomian nasional juga belum signifikan,” ujar Adhi (8/1/2025).
Namun demikian, dosen Hubungan Internasional UB ini, menyoroti dampak positif keanggotaan Indonesia di BRICS dari sisi daya tawar internasional, khususnya terhadap negara-negara besar seperti China dan Rusia. Keanggotaan ini juga dinilai dapat mempererat hubungan kerja sama dengan anggota BRICS lainnya.
Kendati demikian, Adhi mengingatkan bahwa kedekatan Indonesia dengan China dalam kerangka BRICS dapat merenggangkan hubungan dengan Amerika Serikat, yang saat ini sedang terlibat perang dagang dengan China.
“Hubungan dengan anggota BRICS lainnya memang akan lebih erat, tetapi ini bisa berdampak negatif pada hubungan dengan negara-negara Barat, yang saat ini cukup sensitif terhadap beberapa anggota BRICS,” jelas Adhi.
Baca juga : Mengenal BRICS, Aliansi Kekuatan Baru Ekonomi Dunia
Sebagai lulusan Northeastern University, Adhi mengkritisi sikap politik luar negeri Indonesia yang dianggap tidak tegas dalam menentukan keberpihakan. Menurutnya, politik luar negeri Bebas Aktif sering kali diartikan sebagai sekadar aktif di banyak forum tanpa memiliki ketegasan arah kebijakan. Hal ini, menurut Adhi, menjadi salah satu penyebab Indonesia masih dianggap sebagai negara middle power yang belum mampu menunjukkan peran signifikan di panggung internasional.
Adhi berharap keanggotaan Indonesia di BRICS membawa komitmen yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan nasional. “Indonesia harus memastikan keandalan mitra dalam BRICS dan mengambil peran aktif, tidak hanya sekadar ikut serta. Ketegasan dalam politik luar negeri sangat diperlukan,” pungkasnya. (haq/din)