Kanal24, Malang – Sejumlah pakar berkumpul untuk membahas Ibu Kota Negara (IKN) dan keberlanjutan hutan Indonesia di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya (15/6/2024). Diskusi ini digelar untuk mencari solusi terhadap masalah lingkungan terkait pembangunan IKN, yang ditetapkan sebagai ibu kota negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022.
Dosen Kehutanan UB, Rifqi Rahmat S.Hut, M.Si, yang juga anggota Komunitas Manajemen Hutan Indonesia (KOMHINDO), dalam kegiatan tersebut menjelaskan definisi hutan menurut Permenhut P.14/2004.
“Hutan adalah lahan seluas minimal 0,5 hektar yang ditumbuhi pepohonan dengan tutupan tajuk minimal 30% dan tinggi pohon setidaknya 5 meter,” terangnya.
Rifqi menyoroti deforestasi sebagai isu penting dalam forum internasional karena dampaknya terhadap penurunan emisi gas rumah kaca. “Deforestasi selalu menjadi penekanan di konferensi internasional untuk menurunkan emisi. Misalnya, produk sawit Indonesia ditekan Uni Eropa karena kaitannya dengan deforestasi,” ungkapnya.
Menurutnya, pertumbuhan populasi di Indonesia meningkatkan kebutuhan hidup yang berpotensi mengorbankan lingkungan. Isu pembangunan IKN baru juga menjadi perhatian karena dampaknya terhadap lingkungan. Berdasarkan riset Rifqi pada 2019, hutan di kawasan IKN sebesar 37%, namun menurun menjadi 29% pada 2023. “Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan IKN turut menyebabkan deforestasi,” kata Rifqi.
Rifqi mengkritik proses pembangunan IKN yang terkesan terburu-buru. “Jika perencanaannya lebih hati-hati dan mempertimbangkan aspek ekologi serta sosial ekonomi masyarakat sejak awal, situasinya tidak akan segaduh sekarang,” ujarnya. Menurutnya, perencanaan dan pelaksanaan yang terburu-buru memiliki potensi kegagalan lebih besar karena mendapat banyak kritik dari masyarakat sipil. “Perencanaan yang matang akan membantu mengendalikan dampak lingkungan dan mengurangi kegaduhan,” tambahnya.
Sementara itu dalam diskusi ini, jurnalis Indonesia Baru, Farid Gaban, mencatat bahwa pada awal Orde Baru, Kalimantan masih hijau. Namun, sejak 1985, lahan hijau mulai berkurang akibat konsesi Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Farid juga skeptis terhadap konsep Smart Forest City di IKN yang hanya terlihat baik di atas kertas.
“Kami sudah berkeliling ke IKN dan melihat bahwa konsep Smart Forest City serta delapan prinsip IKN hanya manis di atas kertas,” katanya.
Seminar nasional bertajuk “Menghadapi Keberlanjutan Hutan Indonesia dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Baru (IKN)” ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Eksekutif Mahasiswa. Pakar lain yang hadir dalam diskusi ini termasuk Direktur Wahana Lingkungan Hidup, Wahyu Eka Setyawan.(din/hoUB)