Hidup di dunia ini tidaklah berada dalam dua realitas hitam putih. Ada banyak serangkaian warna yang mewarnai kehidupan maayarakat manusia yang dinamis ini. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menegaskan kepada ummatnya bahwa manakala diberi keluasan rezeqi maka pergunakanlah di jalanNya dan laluilah hidup secara sederhana, bersahaja. Janganlah kekayaan yang dimiliki digunakan untuk bersenang- senang, hura-hura, berfoya-foya, dan segala bentuk gaya hidup (life style) hedonis lainnya.
Islam menganjurkan pada ummatnya dalam mempergunakan kekayaan yang ada untuk kebaikan dan kemashlahatan orang banyak, membangun kepedulian sosial dan saling tolong menolong serta membantu orang lain, yaitu menghidupkan jiwa kedermawanan. Namun demikian kendatipun harus membantu orang lain tidak boleh berlebihan yang mnnyebabkan dirinya berada dalam kesulitan. Disisi yang lain Islam melarang pada ummatnya untuk berlaku kikir, egois dan tidak memiliki kepedulian pada sesama. Allah swt menegaskan dalam FirmanNya :
وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُومٗا مَّحۡسُورًا
Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. Al-Isra’ : 29).
Islam menginginkan ummatnya menjadi pribadi yang tidak ekstrim dalam bersikap dan terjebak dalam perilaku ghuluw (berlebih lebihan). Namun Islam mendorong ummat ini menjadi ummat yang pertengahan dalam bersikap (wasathiyah). Hidup dalam kebersahajaan, sederhana, penuh kerendahan hati atau humble, almutawaadhi’ dan al bisaathah. Kesederhanaan komunikasi dapat berwujud dalam penyusunan pesan, tindakan dalam interaksi, cara merespon orang lain, penampilan hingga bagaimana seseorang membelanjakan harta yang dimilikinya.
Kesederhanaan gaya hidup adalah ciri dari para ulama (cendekiawan muslim) sekalipun mereka memiliki kekayaan yang berlimpah namun hidup mereka tampak tetap bersahaja. Itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah adalah Teladan dalam Zuhud dan Meninggalkan Kemewahan Duniawi. Sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat yaitu suatu hari Umar bin Khattab datang ke rumah Rasulullah. Saat itu beliau sedang berbaring di atas tikar kasar yang terbuat dari pelepah kurma dengan berbantalkan kulit kasar yang berisi serabut ijuk kurma. Melihat keadaan Rasulullah yang seperti itu, Umar pun menangis. Kemudian Nabi bertanya, “Mengapa engkau menangis?”. Umar menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membekas pada tubuhmu. engkau adalah Rasulullah , utusan Allah. Kekayaanmu hanya seperti ini, sedangkan Kisra dan raja-raja lainnya hidup bergelimang kemewahan.” Lalu beliau pun menjawab, “Apakah engkau tidak rela jika kemewahan itu untuk mereka di dunia dan untuk kita di akhirat nanti?”. Rasulullah mendorong para shahabatnya untuk bersifat zuhud, dan lebih condong dengan akhirat. Beliau melaksanakan ibadah haji dengan mengendarai pelana lusuh dan memakai baju yang harganya tidak sampai empat dirham. Itulah kesederhanaan Rasulullah dalam mensikapi harta dan dunia yang selayaknya menjadi teladan bagi ummat Islam dan ummat manusia.
Islam membangun prinsip keseimbangan dalam mensikapi harta dan kekayaan yaitu tidak bersikap kikir namun juga tidak “terlalu dermawan” sehingga melahirkan sikap boros yang merugikan diri sendiri. Rasulullah pernah tidak mengizinkan seseorang yang kaya memberikan seluruh hartanya untuk sedekah mengatakan kepada Rasululah uangku untuk sedekah. Aku akan memberikannya untuk Allah dan Rasul-Nya ,” Rasulullah menanggapi, “Simpanlah sebagian uangmu, karena itu lebih baik untukmu. Jabir bin Abdullah mengatakan, “Kami bersama Rasulullah ketika seorang laki-laki datang membawa sesuatu, sepertinya emas seukuran telur dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memperoleh ini dari sebuah tambang, terimalah sebagai sedekah; hanya inilah kekayaan yang aku miliki.’ Rasulullah tidak mempedulikannya. Laki-laki itu kemudian mendatangi beliau dari sisi kanan beliau dan mengatakan hal yang sama, kemudian dari sisi kiri beliau, lalu dari arah belakang beliau, seraya mengatakan hal yang sama. Rasulullah pun mengambil emas itu lalu melemparkannya kembali ke orang itu. Kemudian itulah sebabnya ketika Ka’ab bin Malik “Salah satu caraku bertobat adalah memberikan semua”. beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian membawa apa saja yang dia punya dan mengatakan, Ini sedekah,’ lalu dia duduk saja dan bergantung kepada orang Lain!. Sedekah paling baik adalah yang membuat orang yang memberikannya tetap berkecukupan setelah menafkahkannya’. Demikian ditegaskan oleh Rasulullah saw.
Sikap ekstrim atau berlebih-lebihan (ghuluw) dalam bersikap bukanlah ajaran daripada agama Islam. Islam mengajarkan sikap pertengahan, yaitu sikap kesederhanaan atau kebersahajaan dalam berkomunikasi. Kesederhanaan dalam penyusunan pesan berwujud penggunaan bahasa yang sederhana dalam berkomunikasi, yaitu mudah dipahami, tidak berbelit-belit dan menggunakan bahasa kaum. Kesederhanaan dalam bersikap dalam Islam mendorong individu untuk bersikap tawadhu, tidak sombong, dan rendah hati. Kesederhanaan penampilan dalam Islam menekankan pada terjaganya aurat dengan tidak mengumbarnya di hadapan publik bahkan sikap berlebih-lebihan dalam penampilan (tabarruj), yaitu menampakkan aurat (batasan tubuh yang harus ditutupi) pada ranah publik yang harusnya dijaga di tutupi. Sebagaimana Firman Allah swt :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
”Hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dan seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab: 33).
Kesederhanaan dalam harta berarti setiap individu muslim dilarang bersikap berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, baik berlebihan untuk tidak mengeluarkannya sehingga menjadi kikir dan berlebihan untuk membelanjakan sehingga berlaku boros. Islam menghendaki setiap individu bersikap adil dan seimbang dalam bersikap agar tidak merugikan. Sehingga kesederhanaan dan kebersahajaan aksi komunikasi adalah wujud nilai tawazun (keseimbangan) yang dikembangkan oleh Islam. Kesederhanaan sejatinya adalah kemewahan yang tersembunyi.